UNSUR-UNSUR
DAKWAH
MAKALAH
Diajukan Untuk Diskusi
Mata Kuliah Dakwah
Pembangunan
Jurusan Pemikiran
Politik Islam
Oleh
Nama Npm
Fajar Nurhardianto 1231040004
Dosen Pengampu
Drs. M. Sarbini, M. Kom,I
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI RADEN INTAN LAMPUNG
FAKULTAS USHULUDDIN
JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM
TAHUN AJARAN 2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayahNya,
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul “Unsur-Unsur
Dakwah” yang menjadi salah satu tugas dari mata kuliah Dakwah Pembangunan ini dengan baik dan lancar.
Merupakan suatu tambahan pengetahuan dan wawasan bagi kami
para penyusun makalah ini terutama materi-materi baru yang dapat memberikan
pemahaman-pemahaman yang lebih bervariatif tentang Masalah unsur-unsur dakwah
dan da’i.
Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan segala ketulusan dan
kerendahan hati saya ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Rekan-rekan
mahasiswa - mahasiswi Institut
Agama Islam Negeri Lampung Fakultas Ushuluddin, Jurusan Pemikiran Politik Islam.
2. Kedua orang tua
kami yang telah memberikan dukungan mositral maupun material.
3. Semua pihak
yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Kami sebagai penyusun makalah ini
menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan di masa yang akan datang.
Akhir kata, semoga makalah ini
bermanfaat bagi kami selaku penyusun dan penulis makalah ini pada khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya sebagai referensi tambahan di bidang ilmu Pemikiran politik islam.
Bandar Lampung, 16 April 2013
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar Belakang............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan........................................................................................ 2
E. Metode Penelitian........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 4
A. UNSUR-UNSUR DAKWAH.................................................................... 4
B. PESAN........................................................................................................ 10
C. USLUB/METODE...................................................................................... 12
D. MEDIA........................................................................................................ 27
E. MAD’U........................................................................................................ 29
BAB III PENUTUP........................................................................................... 31
A. Kesimpulan.................................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 34
BAB I
PENDAHLUAN
A.
Latar Belakang
Dakwah sendiri yang kita ketahui artinya mengajak,
menyeru umat untuk ke jalan kebenaran beramal nelaksanakan perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya agar menjadi masyarakat yang madani.
Kegiatan dakwah merupakan kewajiban untuk semua umat muslim
di dunia. Kegiatan berdakwah tidak hanya dilakukan melalui ceramah saja. Tapi
banyak cara untuk melakukan dakwah, bahkan media elektronik on-line seperti
internet sekalipun bisa dijadikan untuk media dakwah bagi kaum muslim sekarang
ini. Seiring dengan perkembangan zaman, manusia dari hari ke hari semakin tidak
menentu keadaanya baik itu segi moralitas keagamaan maupun kehidupan sosial,
ekonomi atau politik. Jadi sudah sepantasnya masyarakat muslim ini untuk banyak
melakukan dakwah baik secara lisan, tulisan, melalui media, dan alat yang
menunjang untuk berdakwah lainnya. Sehingga dengan dilakukannya dakwah
setidaknya dapat memperbaiki keimanan individu, kelompok ataupun masyarakat
pada umumnya
B.
Rumusan Masalah
Seperti yang telah diuraikan pada latar
belakang, maka penulis mengambil keputusan masalah sebagai beriktu :
1. Apa pengertian masalah dan masalah unsur-unsur
dakwah
2. Klasifikasi masalah unsur-unsur dakwah
3. Apa manfaat
dari da’I, dan bagaimana metode dakwah.
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini di bagi menjadi dua yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus.
1.
Tujuan
Umum
- Mengetahui pengertian unsur-unsur dakwah
- Mengetahui apa manfaat unsur-unsur dakwah
- Meneliti dan menyelesakan dari permasalahan yang ada.
2.
Tujuan
Khusus
Menyelesakan tugas mata kuliah Dakwah
Pembangunan tentang masalah
unsure-unsur dakwah.
D.
Manfaat
Penulisan
- Sebagai bahan belajar bagi mahasiswa.
- Sebagai wacana awal bagi penyusunan karya tulis
selanjutnya.
- Sebagai literatur untuk lebih memahami masalah
social dan manfaat sosiolgi.
E. Metode
Penelitian
Dalam penulisan karya tulis ini, metode yang digunakan
adalah :
- Studi pustaka yaitu dengan mencari referensi dari
buku-buku yang berkaitan degan penulisan karya tulis ini.
- Penjelajahan internet yaitu dengan mencari beberapa
informasi di mesin pencari yang penulis tidak dapatkan dalam buku.
BAB II
PEMBAHASAN
A. UNSUR-UNSUR DAKWAH
Dengan merujuk kepada surat al-Nahl ayat 125 sebagaimana disebutkan
dalam ayat itu, yaitu :”serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik. Sesungguhnya Tuhan-mu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang yang mendapat petunjuk”, dapat dirumuskan unsur-unsur
dakwah[1]
yaitu :
a.
Da’i
Da’i adalah setiap orang yang hendak menyampaikan, mengajak
orang ke jalan Allah[2].
Setiap orang yang menjalankan aktifitas dakwah, hendaknya memilih kepribadian
yang baik sebagai seorang da’i, menurut Prof. DR. Hamka “jayanya atau suksesnya
suatu dakwah memang sangat bergantung kepada pribadi atau pembawa dakwah itu
sendiri, yang sekarang lebih populer disebut da’i”. kepribadian disini meliputi
kepribadian yang bersifat jasmanai dan rohani meliputi:
b.
Sifat-sifat
Seorang Da’i
1.
iman dan taqwa kepada Allah
Syarat kepribadian sorang da’i yang terpenting adalah iman
dan taqwa kepada Allah. Oleh karena itu didalam membawa misi dakwah diharuskan
terlebih dahulu diri-sendiri dapat memerangi hawa nafsunya, sehingga diri
pribadi ini lebih taat kepada allah dan Rasulnya dibandingkan dengan sasaran
dakwahnya.[3]
2.
Tulus
ikhlas dan tidak mementingkan kepentingan diri pribadi
Niat yang lurus tanpa pamrih duniawiyah belaka, salah satu
syarat mutlak ang harus dimiliki seorang da’i. Sebab dakwah adalah pekerjaan
yang bersifat ubudiyah atau terkenal dengan hablullah,yakni amal perbuatan yang
berhubungan dengan Allah[4].
Sifat ini sangat menentukan keberhasilan dakwah, misalnya ada dalam hati ketika
memberikan ceramah dengan adanya ketidak ikhlasan dalam memberikan ceramah.
3.
Ramah
dan penuh pengertian
Propaganda yang dapat diterima orang lain, apabila yang
mempropagandakan berlaku ramah, sopan dan rigan tangan untuk melayani
sasarannya, karena keramahan, kesopanan dan keringan-tanganannya insya-Allah
akan berhasil dakwahnya.[5]
4.
Tawadlu’
(rendah diri)
Rendah diri hati bukan semata-mata merasa dirinya terhina
dibandingkan dengan derajat dan martabat orang lain, akan tetapi seorang da’i
yang sopan, tidak sombong dan tidak suka menghina dan mencela orang lain.[6]
5.
Sederhana
dan jujur
Sederhana bukanlah berarti didalam kehidupan sehari-hari
selalu ekonomis dalam memenuhi kebutuhannya, akan tetapi sederhana disini tidak
bermegah-megahan, angkuh dan sebagainya, sedangkan kejujuran adalah orang yang
percaya akan ajakannya dan dapat mengikuti ajakan dirinya.[7]
6.
Tidak
memiliki sifat egoism
Ego adalah watak yang menonjolkan akunya, angkuh dalam
pergaulan merasa dirinya terhormat, lebih pandai, dan sebagainya. Sifat inilah
yang harus dijauhi betul-betul oleh seorang da’i .[8]
7.
Sifat
semangat
Semangat berjuang harus dimiliki oleh da’I, sebab dengan
sifat ini orang akan trerhindar dari rasa putus asa, kecewa, dan sebagainya.[9]
8.
Sabar
dan tawakal
Dalam melaksanakan dakwah mengalami beberapa hambatan dan
cobaan hendaklah sabar dan tawakan kepada Allah.[10]
9.
Memiliki
jiwa toleran
Dimana tempat da’i dapat mengadaptasikan dirinya dalam
artian posisi.
10. Sifat terbuka
Apabila ada kritik dan sara hendaknya diterima dengan
gembira, mengalami kesulitan yang sanggup memusyawarahkan dan tidak berpegang
tangan kepada idenya sendiri.[11]
11. Tidak memiliki penyakit hati
Sombong, dengki, ujub, dan iri haruslah disingkirkan dalam
hati sanubari yang hendak berdakwah.
c.
Sikap
Seorang Da’i
i.
Berakhlak
mulia
Berbudi pekerti yang baik (akhlaqul karimah) sangat mutlak
yang harus dimiliki oleh seorang da’i. Bahkan prof. DR. hamka pernah mengatakan
bahwa “alat dakwah yang sangat utama ialah akhlak”.
ii.
Hing
ngarsa asung tuladha, hing madya mangun karsa, tutwuri handayani.
Pendapat Ki Hajar Dewantoro Bapak Pendidikan Indonesia itu
harus pula dimiliki seorang da’I. Hing ngarsa asung tuladha; artinya seorang
Da’i yang merupakan orang terkemuka di tengah-tengah masyarakat haruslah dapat
menjadi tauladan yang baik bagi masyarakat. Hing madya mangun karsa; artinya
bila di tengah-tengah massa, hendaknya dapat memberikan semangat, agar mereka
senantiasa mengerjakan, mengikuti segala ajakannya. Selanjutnya tutwuri
handayani; artinya bila bertempat di belakang, mengikutinya, dengan memberi
bimbingan-bimbingan agar lebih meningkatkan amalannya.[12]
iii.
Disiplin
dan bijakasana
Disiplin dalam artian luas sangat diperlukan oleh seorang
da’i dalam mengemban tugasnya sebagai muballigh. Begitupun bijaksana dalam
menjalankan tugasnya sangat berperan di dalam mencapai keberhasilan dakwah.[13]
iv.
Wira’i
dan berwibawa
Sikap yang wira’I menjauhkan perbuatan-perbuatan yang kurang
berguna dan mengindahkan amal shaleh, salah satu hal yang dapat menimbulkan
kewibawaan seorang da’i. sebab kewibawaan merupakan faktor yang mempengaruhi
seseorang akan percaya menerima ajakannya.[14]
v.
Tanggung
jawab
Tanggung jawab merupakan hal penting yang harus dimiliki
seorang da’i, tanggung jawab disini maksudnya pesan yang disampaikan da’I
tersbut dapat di uji kebenarannya.
vi.
Berpandangan
luas
Seorang da’i dalam menentukan starategi dakwahnya sangat
memerlukan pandangan yang jauh, tidak fanatik terhadap satu golongan saja dan
waspada dalam menjalankan tugasnya.
d.
Kepribadian
Seorang Da’i
Da’i dalam prespektif ilmu komunikasi dapat dikategorikan
sebagai komunikator yang bertugas menyebarkan dan menyampaikan
informasi-informasi dari sumber (source) melalui saluran yang sesuai (chanel)
pada komunikan (receiver). Untuk menjadi komunikator yang baik dituntut
adanya kredibilitas yang tinggi yaitu suatu tingkat kepercayaan yang tinggi
padanya dari komunikannya. Komunikator yang baik adalah komunikator yanag mampu
menyampaikan informasi atau pesan (message) kepada komunikan sesuai
dengan yang diinginkan.[15]
Adapun kredibilitas yang dimilki da’i tidaklah tumbuh dengan
sendirinya, melainkan harus dibina dan terus dikembangkan. Seorang da’i yang
berkredibilitas tinggi adalah seorang yang mempunyai kompetensi di bidang yang
ingin ia sebarkan, mempunyai jiwa yang tulus dalam beraktifitas, senang
terhadap pesan-pesan yang ia miliki, berbudi luhur serta mempunyai status yang
cukup walau tidak harus tinggi.[16]
Dari sana berarti seorang da’i yang ingin memiliki kredibilitas tinggi harus
berupaya membentuk dirinya dengan sungguh-sungguh. Dari
penjelasan di atas, menunjukkan bahwa di antara aspek yang mampu membangun
kredibilitas adalah aspek yang berkaitan dengan kepribadian,sebuah sifat hakiki
pada seorang da’i.[17]
Kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang da’i terbagi
menjadi dua yaitu kepribadian yang bersifat rohaniah dan jasmaniah.
B.
PESAN
Pesan dakwah ini dalam al-Qur’an diungkapkan beraneka ragam
yang menunjukan fungsi kandungan ajaran-Nya, melalui penyampaian pesan-pesan
Islam, manusia akan dibebaskan dari segala macam bentuk kehkufuran dan
kemusrikan. Inti agama Islam yang telah disepakati oleh para ulama, sarjana,
dan pemeluknya sendiri adalah tauhid[18].
Sehingga sering dikatakan bahwa agama Islam adalah agama tauhid. Dan yang
membedakan Islam dengan agama lainnya adalah monoteisme atau tauhid yang murni,
yang tidak dapat dicampuri segala bentuk syirik[19].
Dan inilah yang melebihkan agama Islam diatas agama lain.
Sumber utama ajaran Islam sebagai pesan dakwah adalah
al-Qur’an itu sendiri, yang memiliki maksud spesifik. Paling tidak terdapat
sepuluh maksud pesan al-Qur’an sebagai sumber utama Islam adalah :
1. Menjelaskan hakikat tiga rukun
Islam, yaitu Iman, Islam, dan Ihsan, yang telah didakwahkan oleh Rosul
2. Menyempurnakan aspek psikologis
manusia secara individu, kelompok dan masyarakat.
3. Menjelaskan sesuatu yang belum
diketahui manusia tentang hakikat kenabian, risalah, dan tugas para Rosul.
4. Mereformasi kehidupan sosial
kemasyarakatan dan sosial politik diatas dasar kesatuan nilai kedamaian dan
keselamatan dalam agama.
5. Mengkokohkan keistimewaan
universalitas ajaran Islam dalam pembentukan kepribadian melalui kewajiban dan
larangan.
6. Menjelaskan hukum Islam tentang
kehidupan politik negara.
7. Membimbing penggunaan urusan harta.
8. Meroformasi sistem peperangan guna
mewujudkan kebaikan dan kemaslahatan manusia dan mencegah dehumanisasi.
9. Menjamin dan memberikan kedudukan
yang layak bagi hak-hak kemanusiaan wanita dalam beragama dan berbudaya.
10. Membebaskan perbudakan.[20]
C.
USLUB/METODE
Secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa yunani,
yakni dari kata “metodos” yang berarti cara atau jalan. Sedangkan pengertian
menurut terminologi adalah suatu cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai
suatu tujuan dengan hasil yang efektif dan efisien. Dengan demikian metode
dakwah dapat diartikan sebagai suatu cara atau jalan yang ditempuh/ diterapkan
oleh seorang da’I dalam menjalankan aktivitas dakwahnya agar tercapai apa
yang menjadi tujuan dakwahnya dengan efektif dan efisien.[21]
Ada beberapa metode dakwah yang dipakai secara umum oleh
para da’i, diantaranya :
1.
Metode
Ceramah (Rhetorika Dakwah)
Ceramah adalah suatu tehnik atau metode dakwah yang banyak
diwarnai oleh ciri karakteristik bicara oleh seseorang da’i atau mubaligh pada
suatu aktivitas dakwah, ceramah dapat pula bersifat propaganda, kampanye,
berpidato, khutbah, sambutan, mengajar dan sebagainya.[22]
Metode ceramah sebagai salah satu metode atau tehnik
berdakwah tidak jarang digunakan oleh para da’i atau pun para utusan
Allah dalam usaha menyampaikan risalahnya.[23]
2.
Metode
Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah penyampaian materi dakwah dengan
cara mendorong sasarannya (obyek dakwah) untuk menyatakan sesuatu masalah yang
dirasa belum dimengerti dan mubaligh atau da’I sebagai penjawabnya. Metode ini
dimaksudkan untuk melayani masyarakat sesuai kebutuhannya. Sebab dengan
bertanya berarti orang ingin mengerti dan dapat mengamalkannya.[24]
Metode tanya jawab ini bukan saja cocok pada ruang
tanya-jawab, baik di radio maupun media surat kabar dan majalah, akan tetapi
cocok pula untuk mengimbangi dan memberi selingan ceramah. Metode ini sering
dilakukan Rasulullah S.A.W dengan Jibril AS, demikian juga dengan para sahabat
di saat tak dimengerti tentang sesuatu dalam agama (sahabat bertanya kepada
Rasulullah).[25]
3.
Debat
(Mujadalah)
Mujadalah selain sebagai dasanama (sinonim) dari istilah
dakwah, dapat juga sebagai salah satu metode dakwah. Hal ini sesuai dengan
firman Allah dalam surat An Nahl ayat 125. berdasarkan firman Allah, berdebat
patut dijadikan sebagai metode dakwah. Namun perlu diketahui bahwa debat yang
dimaksud di sini adalah debat yang baik, adu argument dan tidaka tegang sampai
pada pertengkaran.[26]
Debat sebagai metode dakwah pada dasarnya mencari
kemenangan, dalam arti menunjukkan kebenaran dan kehebatan Islam. Dengan kata
lain debat adalah mempertahankan pendapat dan ideologinya agar pendapat dan idiologinya
itu diakui kebenarannya dan kehebatannya oleh musuh (orang lain). Berdebat
efektif dilakukan sebagai metode dakwah hanya pada orang-orang (objek dakwah)
yang membantah akan kebenaran Islam.[27]
4.
Percakapan
Antar Pribadi
Percakapan pribadi atau individual conference adalah
percakapan bebas antara seseorang da’I atau mubaligh dengan
individu-individu sebagai sasaran dakwahnya. Percakapan pribadi bertujuan untuk
menggunakan kesempatan yang baik di dalam percakapan atau mengobrol untuk aktivitas
dakwah.[28]
5.
Metode
Demonstrasi
Berdakwah dengan cara memperlihatkan suatu contoh baik
berupa benda, peristiwa, perbuatannya dan sebagainya dapat dinamakan bahwa
seorang da’i yang bersangkutan menggunakan metode demonstrasi. Artinya suatu metode
dakwah di mana seorang da’i memperlihatkan sesuatu atau mementaskan sesuatu
terhadap sasarannya dalam rangka mencapai tujuan dakwah yang ia inginkan.[29]
6.
Metode
Dakwah Rasulullah
Muhammad saw. seorang da’I internasional, pembawa
agama Islam dari Allah untuk seluruh alam. Beliau di dalam membawa misi
agamanya menggunakan berbagai metode antara lain :
Ø Dakwah dibawah tanah
Ø Dakwah secara terang-terangan
Ø Surat menyurat
Ø Politik pemerintah
Ø Peperangan
7.
Pendidikan
dan Pengajaran Agama
Pendidikan dan pengajaran dapat pula dijadikan sebagai
metode dakwah. Sebab dalam definisi dakwah telah disebutkan bahwa dakwah dapat
diartikan dengan dengan dua sifat, yakni bersifat pembinaan dan pengembangan.[30]
Hakikat pendidikan agama adalah penanaman moral keagamaan
kepada objeknya, sedangkan pengajaran agama adalah memberikan
pengetahuan-pengetahuan agama kepada orang yang menjadi objeknya.[31]
8.
Mengunjungi
Rumah (Silaturahmi/Home Visit)
Metode dakwah semacam ini dirasa efektif juga untuk
dilaksanakan dalam rangka mengembangkan maupun membina umat Islam sehingga
banyak da’i -da’i yang menggunakan metode seperti ini.[32]
Bentuk
Bentuk Metode Dakwah
a.
Metode Dakwah Al-Hikmah
Dakwah AL-Hikmah Yakni menyampaikan dakwah dengan cara yang
arif bijaksana, yaitu melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek
dakwah mampu melaksanakan dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada
paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan kata lain dakwah bi al-hikmah merupakan
suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang dilakukan atas dasar persuasif.[33]
Dalam kitab al-Hikmah fi al dakwah Ilallah ta'ala oleh Said
bin Ali bin wahif al-Qathani diuraikan lebih jelas tentang pengertian
al-Hikmah, antara lain:
Menurut bahasa:
v adil, ilmu, sabar, kenabian,
Al-Qur'an dan Injil
v memperbaiki (membuat manjadi lebih
baik atau pas) dan terhindar dari kerusakan
v ungkapan untuk mengetahui sesuatu
yang utama dengan ilmu yang utama
v obyek kebenaran(al-haq) yang didapat
melalui ilmu dan akal
v pengetahuan atau ma'rifat.[34]
Menurut istilah Syar'i:
v valid dalam perkataan dan perbuatan,
mengetahui yang benar dan mengamalkannya, wara' dalam Dinullah, meletakkan
sesuatu pada tempatnya dan menjawab dengan tegas dan tepat.[35]
Adapun secara terminology, ada beberapa pengertian tentang Hikmah, di antaranya:
v Menurut Syeh Mustafa Al-Maroghi
dalam tafsirnya mengatakan bahwa hikmah yaitu; Perkataan yang jelas dan tegas
disertai dengan dalil yang dapat mempertegas kebenaran, dan dapat menghilangkan
keragu-raguan.
v Menurut Syekh Muhammad Abduh, hikmah adalah mengetahui rahasia dan
faedah di dalam tiap-tiap hal. Hikmah juga digunakan dalam arti ucapan yang
sedikit lapaz tetapi banyak makna atau dapat diartikan meletakkan sesuatu pada tempat atau
semestinya.14 Orang yang memiliki hikmah disebut al-hakim yaitu orang yang
memiliki pengetahuan yang paling utama dari segala sesuatu. Kata hikmah juga
sering dikaitkan dengan filsafat karena filsafat juga mencari pengetahuan
hakikat segala sesuatu.
v Menurut Imam Abdullah bin Ahmad
Mahmud an- Nasafi, arti hikmah yaitu:
v Artinya:
Dakwah bil hikmah adalah dakwah dengan menggunakan perkataan yang benar dan
pasti, yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan.
v Menurut al-Kasysyaf-nya Syekh
Zamakhsyari, al- hikmah adalah perkataan yang pasti benar. Ia adalah dalil yang
menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan atau kasmaran. Selanjutnya
Syekh Zamakhsyari mengatakan hikmah juga diartikan sebagai al-Quran yakni
ajaklah mereka (manusia) mengikuti kitab yang memuat hikmah.
v Sedangkan menurut Moh. Natsir
mengatakan, bahwa hikmah lebih dari semata-mata ilmu. Ia adalah ilmu yang sehat
dan mudah dicernakan; ilmu yang berpadu dengan rasa perisa, sehingga menjadi
daya tarik penggerak untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat, berguna kalau
dibawa kebidang dakwah: untuk melakukan tindakan sesuatu yang berguna dan
efektif.[36]
Dari
pengertian diatas, dapat dipahami bahwa al- hikmah adalah merupakan kemampuan
da’I dalam memilih dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif
mad’u. di samping itu juga, al-hikmah merupakan kemampuan da’I dalam
menjelaskan doktrin-doktrin Islam serta realitas yang ada dengan argumentasi
logis dan bahasa yang komunikatif. Oleh karena itu, al-hikmah adalah sebagai
sebuah system yang menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis dalam
dakwah.[37]
Dalam
dunia dakwah, hikmah adalah salah satu penentu sukses tidaknya kegiatan dakwah.
Dalam menghadapi mad’u yang beragam tingkat pendidikan strata social dan latar
belakang budaya, para da’I memerlukan hikmah sehingga materi dakwah yang
disampaikan mampu masuk ke ruang hati para mad’u dengan tepat. Oleh karena itu
para da’I dituntut untuk mampu mengerti dan memahami sekaligus memanfaatkan
latar belakangnya, sehingga ide-ide yang diterima dapat dirasakan sebagai
sesuatu yang menyentuh dan menyejukkan kalbunya. Di samping itu, da’I juga akan
berhadapan dengan realitas perbedaan agama dalam masyarakat yang heterogen.
Kemampuan da’I untuk bersifat objektif terhadap umat lain, berbuat baik dan
bekerja sama dalam hal-hal yang dibenarkan agama tanpa mengorbankan keyakinan
yang ada pada dirinya adalah bagian dari hikmah dalam dakwah.[38]
Da’i yang
sukses biasanya berkat dari kepiawaannya dalam memilih kata. Pemilihan kata
adalah hikmah yang sangat diperlukan dalam dakwah. Da’I tidak boleh hanya
sekedar menyampaikan ajaran agama tanpa mengamalkannya. Seharusnya da’I adalah
orang yang pertama yang mengamalkan apa yang diucapkannya. Kemampuan da’I untuk
mrnjadi contoh nyata umatnya dalam bertindak adalah hikmah yang seharusnya
tidak boleh ditinggalkan oleh seorang da’i. dengan amalan nyata yang bisa langsung
dilihat oleh masyarakatnya, para da’I tidak terlalu sulit untuk harus berbicara
banyak, tetapi gerak dia adalah dakwah yang jauh lebih efektif dari sekedar
berbicara.[39]
Hikmah
merupakan suatu term karakteristik metode dakwah sebagaimana termaktub dalam
QS. An- Nahl ayat 125. Ayat teersebut mengisyaratkan pentingnya hikmah untuk
menjadi sifat dari metode dakwah dan betapa pentingnys dakwah mengikuti
langkah-langkah yang mengandung hikmah. Ayat tersebut seolah-olah menunjukkan
metode dakwah praktis kepada para da’I yang mengandung arti mengajak manusia
kepada jalan yang benar dan mengajak manusia untuk menerima dan mengikuti
petunjuk agama dan akidah yang benar. Ayat tersebut juga mengisyaratkan bahwa
mengajak manusia kepada hakikat yang murni dan apa adanya tidak mungkin
dilakukan tanpa melalui pendahuluan atau tanpa mempertimbangkan iklim dan medan
kerja yang sedang dihadapi.[40]
Dengan
demikian jika hikmah dikaitkan dengan dunia dakwah, maka ia merupakan
peringatan kepada para da’I untuk tidak menggunakan satu bentuk metode saja.
Sebaliknya, mereka harus menggunkan berbagai macam metode sesuai dengan
realitas yang dihadapi dan sikap masyarakat terhadap Islam. Sebab sudah jelas,
dakwah tidak akan berhasil jika metode dakwahnya monoton. Ada sekelompok orang
yang hanya memerlukan iklim dakwah yang penuh gairah dan berapi-api, sementara
kelompok yang lain memerlukan iklim dakwah yang sejuk.[41]
Hikmah
merupakan pokok awal yang harus dimiliki oleh seorang da’I dalam berdakwah.
Karena dari hikmah ini akan lahir kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam menerapkan
langkah-langkah dakwah baik secara metodologis maupun praktis. Kesimpulannya
hikmah bukan hanya sebuah pendekatan satu metode, akan tetapi kumpulan beberapa
pendekatan dalam sebuah metode. Dalam dunia dakwah: hikmah bukan hanya berarti “mengenal strata mad’u” akan tetapi juga
“Bila harus bicara, bila harus diam”. Hikmah bukan hanya “mencari titik temu”
tetapi juga “toleran yang tanpa kehilangan sibghah”. Hikmah bukan hanya dalam
kontek “memilih kata yang tepat” tetapi juga “cara berpisah”. Dan akhirnya
hikmah adalah uswatun hasanah serta lisanul hal.[42]
b.
Metode Dakwah Al-Mau’idzatil Hasanah
Term
mau’idzah hasanah dalam perspektif dakwah sangat popular, bahkan dalam
acara-acara seremonial keagamaan seperti mauled Nabi dan Isra Mi’raj. Istilah
mau’idzah hasanah mendapat porsi khusus dengan arti “acara yang
ditunggu-tunggu” yang merupakan inti acara dan biasanya menjadi salah satu
target keberhasilan suatu acara. Namun demikian agar tidak menjadi salah paham,
maka di sini akan dijelaskan pengertian mau’idzah hasanah.[43]
Secara
bahasa mau’idzah hasanah terdiri dari dua kata yaitu mau’idzah dan hasanah.
Kata mau’idzah berasal dari bahasa Arab yaitu wa’adza – ya’idzu – wa’dzan yang
berarti nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan.
Adapun
secara terminology, ada beberapa pengertian di antaranya:
1.
Menurut
Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutip oleh Hasanuddin adalah sebagai
berikut: Al-Mau’idzatil hasanah adalah perkataan-perkataan yang tidak
tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki
manfaat kepada mereka atau dengan al-Quran.
2.
Menurut
Abdul Hamid Al-Bilali; mau’idzatil hasanah merupakan salah satu metode dalam
dakwah untuk mengajak ke jalan Allah dengan cara memberikan nasihat atau membimbing dengan lemah lembut
agar mereka mau berbuat baik.
3.
Menurut
Ibnu Syayyidiqi; memberi ingat kepada orang lain dengan fahala dan siksa yang
dapat menaklukkan hati.[44]
Dari
beberapa definisi di atas, metode mau’idzah hasanah terdiri dari beberapa
bentuk, di antaranya: nasehat , tabsyir
watanzir , dan wasiat
1.
Nasehat atau petuah
Nasehat
adalah salah satu cara dari al-mau;izah
al-hasanah yang bertujuan mengingatkanbahwa segala perbuatan pasti ada
sangsi dan akibat. Secara terminology Nasehat adalah memerintah atau melarang atau
mmenganjurkan yang dibarengi dengan motivasi dan ancaman. Sedangkan ,
pengertian nasegat dalam kamus besar Bahsa Indonesia Balai Pustaka adalah
memberikan petunjuk kepada jalan yang benar.
Perintah
saling menasehati ini dapat kita lihat pada beberapa ayat alqur’an di
antaranya :
a.
Surat al-Ashr ayat 1-3
artinya:
“Demi masa sesungguhnya manusia itu
dalam kerugian kecuali orang-orang yang beriman yang mengerjakan amal saleh dan
saling menasehati tentang kebenaran serta menasehati tentang kesabaran”
b.
Surat
An-Nahl ayat 125
Artinya :
“Serulah manusia ke jalan Tuhanmu, dengan cara hikmah,
pelajaran yang baik dan berdiskusilah dengan mereka dengan cara yang baik pula.
Sesunggguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat
dari jaanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang orang yang mendapat
petunjuk”
2.
Tabsyir watanzir
Tabsyir secara bahasa berasal dari kata basyara yang mempunyai arti
memperhatikan/ merasa senang. Tabsyir dalam istilah dakwah adalah penyampaian
dakwah yang berisi kabar-kabar yang menggembirakan bagi orang orang yang
mengikuti dakwah.
Tujuan tabsyir :
1.
Menguatkan
atau memperkokoh keimanan
2.
Memberikan
harapan
3.
Menumbuhkan
semangat untuk beramal
4.
Menghilangkan
sifat keragu-raguan
Tandzir
atau indzar menurut istilah dakwah adalah penyampaian dakwah dimana
isinya berupa peringatan terhadap manusia tentang adanya kehidupan akhirat
dengan segala konsekuwensinya.[45]
3.
Wasiat
Secara
etimologi kata wasiat berasal dari
bahasa arab ,yang terambil dari kata Washa-Washiya-Washiyatan yang berarti
pesan penting. Wasiat dapat dibagi menjadi Dua kategori, yaitu :
a.
Wasiat
orang yang masih hidup kepada orang yang masih hidup, yaiitu berupa ucapan,
pelajaran atau arahan tentang sesuatu.
b.
Wasiat
orang yang telah meninggal (ketika menjelang ajal tiba) kepada orang yang masih
hidup berupa ucapan atau berupamharta benda warisan.
Oleh
karena itu , pengertian wasiat dalam konteks dakwah adalah : ucapan berupa
arahan (taujih), kepada orang lain (mad’u), terhadap sesuatu yang belum dan
akan terjadi (amran sayaqa mua’yan).[46]
Wasiat
diberikan apabila da’I telah mampu membawa mad’u dalam memahami seruannya atau
disaat memberikan kata terakhir dalam dakwahnya (tabliq). Wasiat adalah salah
satu model pesan dalam perspektif komunikasi, maka seorang da’I harus mampu
memenej kesan(management impression) mad’u
setelah menerima saruan dakwah. Sehingga wasiat yang diberikan mampu mempunyai
efek positif bagi mad’u. efek wsiat terhadap mad’u antara lain :
a.
Memberdayakan
daya nalar intelektual mad’u untuk memahami ajaran islam
b.
Membangun
daya ingat mad’u secara kontinu,
karena ada persoalan agama yang sulit di analisa
c.
Mengembalikan
umat atau mad’u kepada eksitensi ajaran islam
d.
Membangun
nilai-nilai kesabaran, kasih sayang dan kebenaran bagi kehidupan mad’u atau
umat.[47]
Dari
beberapa pengertian di atas, istilah mau’idzah
hasanah akan mengandung arti kata-kata yang masuk ke dalam kalbu dengan
penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan, tidak
membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain sebab kelemah-lembutan dalam
menasihati seringkali dapat meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan kalbu
yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan daripada larangan dan ancaman.[48]
c.
Metode Dakwah Al-Mujadalah Bil Lati
Hiya Ahsan
Dari
segi etimology lapadz mujadalah
diambil dari kata jadala yang artinya memintal, melilit. Apabila ditambahkan
alif pada huruf jim yang mengikuti wazan faala menjadi jaadala dapat bermakna
berdebat. Berarti arti mujadalah mempunyai pengertian perdebatan.[49]
Kata jadala dapat bermakna menarik
tali dan mengikatnya guna menguatkan sesuatu. Orang yang berdebat bagaikan
menarik dengan ucapan untuk menyakinkan lawannya dengan menguatkan pendapatnya
melalui argumentasi yang disampaikan.
Dari segi istilah terdapat beberapa
pengertian al- mujadalah (al-hiwar). Al-mujadalah berarti upaya tukar pendapat
yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis tanpa adanya suasana yang
mengharuskan lahirnya permusuhan di antara keduanya.[50]
Adapun secara terminology, ada
beberapa pengertian di antaranya:
1.
Menurut
Imam Ghazali dalam kitabnya Ikhya
Ulumuddin menegaskan agar orang-orang yang melakukan tukar fikiran itu
tidak beranggapan bahwa yang satu sebagai lawan bagi yang lainnya, tetapi
mereka harus menganggap bahwa para
peserta mujadalah atau diskusi itu sebagai kawan yang saling tolong-menolong
dalam mencapai kebenaran.
2.
Menurut
Sayyid Muhammad Thantawi adalah suatu upaya bertujuan untuk mengalahkan
pendapat lawan dengan cara menyajikan argumentasi dan bukti yang kuat.
3.
Menurut
tafsir An-Nasafi, kata mujadalah mengandung arti berbantahan dengan jalan
sebaik-baiknya antara lain dengan perkataan yang lunak, lemah lembut, tidak
dengan ucapan yang kasar atau dengan mempergunakan sesuatu (perkataan) yang
bisa menyadarkan hati, membangunkan jiwa dan menerangi akal pikiran.[51]
Dari
pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang disebut dengan
mujadalah adalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara
sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima
pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat.[52]
Demikianlah
pengertian tentang tiga prinsip metode tersebut. Selain metode tersebut Nabi
Muhammad Saw bersabda :
“Siapa di antara kamu melihat
kemunkaran, ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan
lisannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan hatinya, dan yang terakhir inilah
selemah-lemah iman.” [ H.R. Muslim ].[53]
Dari
hadis tersebut terdapat tiga tahapan metode yaitu ;
a.
Metode
dengan tangan [bilyadi], tangan di
sini bisa difahami secara tektual ini terkait dengan bentuk kemunkaran yang
dihadapi, tetapi juga tangan bisa difahami dengan kekuasaan atau power, dan
metode dengan kekuasaan sangat efektif bila dilakukan oleh penguasa yang
berjiwa dakwah.
b.
Metode
dakwah dengan lisan [billisan],
maksudnya dengan kata-kata yang lemah lembut, yang dapat difahami oleh mad‟u,
bukan dengan kata-kata yang keras dan menyakitkan hati.
c.
Metode
dakwah dengan hati [bilqolb], yang
dimaksud dengan metode dakwah dengan hati adalah dalam berdakwah hati tetap
ikhlas, dan tetap mencintai mad‟u dengan tulus, apabila suatu saat mad‟u atau
objek dakwah menolak pesan dakwah yang disampaikan, mencemooh, mengejek bahkan
mungkin memusuhi dan membenci da‟I atau muballigh, maka hati da‟i tetap sabar,
tidak boleh membalas dengan kebencian, tetapi sebaliknya tetap mencintai objek,
dan dengan ikhlas hati da‟i hendaknya mendo‟akan objek supaya mendapatkan
hidayah dari Allah SWT.[54]
Selain
dari metode tersebut, metode yang lebih utama lagi adalah bil uswatun
hasanah, yaitu dengan memberi contoh prilaku yang baik dalam segala
hal. Keberhasilan dakwah Nabi Muhammad SAW banya ditentukan oleh akhlaq belia
yang sangat mulia yang dibuktikan dalam realitas kehidupan sehari-hari oleh
masyarakat. Seorang muballigh harus menjadi teladan yang baik dalam kehidupan
sehar-hari.[55]
D.
MEDIA
Jika metode merupakan mesian dan pengemudi dari sebuah
kendaraan dalam perjalanan dakwah menuju suatu tujuan yang ditetapkan, maka
media merupakan kendaraan itu sendiri, tanpa instrument yang dimiliki oleh da’i,
perjalanan dakwah tidak akan berjalan.[56]
Instrumen yang berfungsi sebagai media itu, dalam diri da’I
adalah seluruh dirinya sendiri. Sedangkan yang diluar diri da’I adalah media
cetak, elektronik , dan benda lainnya.
Baik metode maupun media memiliki pengaruh tersendiri bagi
da’i dan media yang akan menentukan kelancaran dan kesuksesan proses dakwah itu
sendiri. Contoh dakwah di media televisi dan surat kabar adalah :
a.
Iklan
melalui media televise
Iklan adalah khotbahnya televisi. Namun, iklan bukan
memasarkan suatu produk. Iklan juga memasarkan nilai, sikap, perasaan, dan gaya
hidup. Secara sangat dahsyat iklan sanggup mengubah watak dan tabiat masyarakat
menjadi konsumen kelas berat. Sudah tentu, sebagai media penyampaian informasi,
televisi bersifat netral belaka, tidak baik dan tidak buruk. Atau sekarang
sedang tren melalui HP sekalipun dakwah telah bisa dilakukan, misalnya iklan
pesawat televisi yang menayangkan sosok Aa Gym yang isinya mengajak untuk
bergabung memberikan dakwahnya melalui perantara HP supaya masyarakat mengikuti
program tersebut dan tidak susah payah lagi ke majelis ta’lim atau yang
lainnya.[57]
b.
Melalui
surat kabar
kembali kepada juru dakwah yang mau memanfaatkan yang
bernama media pers ini untuk kepentingan dakwah, misalnya, artikel dan opini Aa
Gym di koran Pikiran Rakyat setiap hari jum’at, ini merupakan dakwah melalui
media surat kabar diantaranya.[58]
E.
MAD’U
Salah satu unsur dakwah yangf satu lagi adalah mad’u,
apabila hubungan baik terjalin antara da’I dan mad’u semakin meningkat.
Kedekatan hubungan ini boleh terjadi secara alamiah terbentuknya karena
bertemunya kedua unsur yang saling membutuhkan dan saling mendukung, tapi bisa
juga dari hasil buah kerja dakwah yang efektif.[59]
Hubungan baik antara da’I dan mad’u bisa menimbulkan mad’u
yang secara penih mengerti akan pesan yang disampikan oelh da’I, ini menunjukan
suatu terjalinya hubungan yang baik. Faktor yang menentukannya diantaranya:
1.
Faktor
percaya
Jika masyarakat percaya terhadap da’I dan memandangnya
dengan penuh hormat, dipihak lain da’I pun percaya bahwa masyarakat berpikir
konstruktif. Jika tidak seperti ini, maka akan menimbulkan kesalahnpahaman.[60]
2.
Sikap
saling membantu
Jika masyarakat dibantu akan kedatangan da’I, dan da’I pun
merasa dibantu oleh mad’u dalam berekpresi diri dan beramal shaleh mengembangkan
karir, maka terjalin hubungan baik mudah terjadi.[61]
3.
Sikap
terbuka
Seorang mad’u harus mempunyai sikap terbuka, agar pesan yang
disampaikan da’I dapat dicerna atau diterima dengan baik karena adanya perasaan
terbuka dan tidak ada perasaan tertutup sedikit pun agar terjalin efek
komunikasi yang baik diantara mereka.[62]
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
Kesimpulan
Uraian-uraian diatas memberikan kita kejelasan bahwa dalam
melaksanakan atau mengemban tugas yang mulia ini tidaklah semudah yang kita
bayangkan agar dakwah secara maksimal tercapai.
Terdapat lima unsur dakwah yang harus dipenuhi yaitu : da’I,
pesan, metode, media, dan mad’u. unsur itu jarus dipenuhi karena untuk
tercapainya dakwah yang diharapkan oleh kita menjadi tercapai.
Dakwah AL-Hikmah Yakni menyampaikan dakwah dengan cara yang
arif bijaksana, yaitu melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek
dakwah mampu melaksanakan dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada
paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan kata lain dakwah bi al-hikmah merupakan
suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang dilakukan atas dasar persuasif.
Dalam kitab al-Hikmah fi al dakwah Ilallah ta'ala oleh Said
bin Ali bin wahif al-Qathani diuraikan lebih jelas tentang pengertian
al-Hikmah, antara lain:
Menurut bahasa:
v adil, ilmu, sabar, kenabian,
Al-Qur'an dan Injil
v memperbaiki (membuat manjadi lebih
baik atau pas) dan terhindar dari kerusakan
v ungkapan untuk mengetahui sesuatu
yang utama dengan ilmu yang utama
v obyek kebenaran(al-haq) yang didapat
melalui ilmu dan akal
v pengetahuan atau ma'rifat.
Menurut istilah Syar'i:
v valid dalam perkataan dan perbuatan,
mengetahui yang benar dan mengamalkannya, wara' dalam Dinullah, meletakkan
sesuatu pada tempatnya dan menjawab dengan tegas dan tepat.
Adapun secara terminology, ada beberapa pengertian tentang Hikmah, di antaranya:
v Menurut Syeh Mustafa Al-Maroghi
dalam tafsirnya mengatakan bahwa hikmah yaitu; Perkataan yang jelas dan tegas
disertai dengan dalil yang dapat mempertegas kebenaran, dan dapat menghilangkan
keragu-raguan.
v Menurut Syekh Muhammad Abduh, hikmah adalah mengetahui rahasia dan
faedah di dalam tiap-tiap hal. Hikmah juga digunakan dalam arti ucapan yang
sedikit lapaz tetapi banyak makna atau dapat diartikan meletakkan sesuatu pada tempat atau
semestinya.14 Orang yang memiliki hikmah disebut al-hakim yaitu orang yang
memiliki pengetahuan yang paling utama dari segala sesuatu. Kata hikmah juga
sering dikaitkan dengan filsafat karena filsafat juga mencari pengetahuan
hakikat segala sesuatu.
v Menurut Imam Abdullah bin Ahmad
Mahmud an- Nasafi, arti hikmah yaitu:
v Artinya:
Dakwah bil hikmah adalah dakwah dengan menggunakan perkataan yang benar dan
pasti, yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan.
v Menurut al-Kasysyaf-nya Syekh
Zamakhsyari, al- hikmah adalah perkataan yang pasti benar. Ia adalah dalil yang
menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan atau kasmaran. Selanjutnya
Syekh Zamakhsyari mengatakan hikmah juga diartikan sebagai al-Quran yakni
ajaklah mereka (manusia) mengikuti kitab yang memuat hikmah.
v Sedangkan menurut Moh. Natsir
mengatakan, bahwa hikmah lebih dari semata-mata ilmu. Ia adalah ilmu yang sehat
dan mudah dicernakan; ilmu yang berpadu dengan rasa perisa, sehingga menjadi
daya tarik penggerak untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat, berguna kalau
dibawa kebidang dakwah: untuk melakukan tindakan sesuatu yang berguna dan
efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Agus
Ahmad Syafe’I, 2003, Memimpin dengan Hati
yang Slelsai, Pustaka Setia
Bandung,
Asmuni Syukir, 1983, Dasar-dasar
Strategi Dakwah Islam, Al-Ikhlas. Surabaya.
Asmuni Syukir, 1983, Dasar-Dasar Strategi Dakwah,
Surabaya. Al-Ikhlas,
Drs. H. Asep M, M. AG,
Agus AS, M.Ag, 2002, Metode Pengembangan
Dakwah:
Pustaka Setia. Bandung.
Enjang
AS dan Aliyudin, 2009, Dasar-Dasar
Ilmu Dakwah: Pendekatan
Filosofis Dan Praktis, Widya
Padjadjaran, Bandung.
Faizah
dan Lalu Muchsin Effendi, 2009, Psikologi
Dakwah, Jakarta, Kencana,
cet. II.
Gusharton.
“Metode Dakwah Islam”. http://gusharton.wordpress.com /2011/05/12/
metode-dakwah-islam/
(25 Januari 2012)
http://fud.iainbanten.ac.id/attachments/article/59/arti%20dan%20ruang%20lingkup%20metode%20dakwah.pdf (25 April 2013)
Ismail Raji Al-Faruqi, 1995, TAUHID, Pustaka, Bandung.
Metode
Dakwah : 2004 Seri Paduan Majellis
Taklim”. Departemen Agama RI,
Jakarta.
tanggal 30/04/2013
Slamet
Muhaemin Abda, 1994, Prinsip-Prinsip
Metodologi Dakwah, Al-Ikhlas,
Surabaya.
Toto
Tasmara, Komunikasi Dakwah, 1997, cv Gaya Media Pratama, Jakarta.
2013)
Yahya,
Andri. “Metode Dakwah Islam”. http://yahyaandri.blogspot.com
/2011/01 /metode-dakwah-dalam-islam
.html (26 apri 2013)
[1] Drs. H.
Asep M, M. AG, Agus AS, M.Ag, 2002, Metode
Pengembangan Dakwah: Pustaka Setia. Bandung. Hlm. 28
[3] Ibid.
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[10] Ibid.
[11] Ibid.
[12] Toto Tasmara, Komunikasi
Dakwah, 1997, cv Gaya Media Pratama, Jakarta, hlm. 9
[13] Ibid.
[14] Ibid.
[16] Ibid.
[17] Ibid.
[19] Ibid.
[20] Agus Ahmad
Syafe’I, 2003, Memimpin dengan Hati yang
Slelsai, Pustaka Setia: Bandung, hlm. 166
[21] Enjang AS dan
Aliyudin, 2009, Dasar-Dasar Ilmu
Dakwah: Pendekatan Filosofis Dan Praktis, Widya Padjadjaran, Bandung. hlm. 73
[22] Ibid.
[23] Ibid.
[24] Ibid, hlm. 78
[25] Ibid.
[26] Slamet Muhaemin
Abda, 1994, Prinsip-Prinsip
Metodologi Dakwah, Al-Ikhlas, Surabaya, hlm. 68
[27] Ibid.
[28] Ibid.
[29] Ibid.
[31] Ibid.
[32] Ibid.
[34] Ibid.
[35] Ibid.
[36] Ibid.
[38] Ibid.
[39] Ibid.
[40] Ibid.
[42] Ibid.
[43] Ibid.
[44] Ibid.
[45] Yahya, Andri. “Metode Dakwah
Islam”. http://yahyaandri.blogspot.com
/2011/01 /metode-dakwah-dalam-islam .html
(26 apri 2013)
[46] Ibid.
[47] Ibid.
[48] Ibid.
[49] Gusharton. “Metode Dakwah Islam”. http://gusharton.wordpress.com
/2011/05/12/ metode-dakwah-islam/ (25 Januari 2012)
[50] Ibid.
[51] Ibid.
[52] Ibid.
[53] Metode Dakwah : Seri Paduan
Majellis Taklim”. Jakarta : Departemen Agama RI , 2004
[54] Ibid.
[55] Ibid.
[57] Ibid.
[58] Ibid.
[60] Ibid.
[61] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kalo mau lebih banyak silahkan komentar ya guys :)