Sabtu, 13 Januari 2018

UNSUR-UNSUR DAKWAH

UNSUR-UNSUR DAKWAH

MAKALAH
Diajukan Untuk Diskusi Mata Kuliah Dakwah Pembangunan
Jurusan Pemikiran Politik Islam

Oleh
Nama                                  Npm
Fajar Nurhardianto             1231040004



Dosen Pengampu

Drs. M. Sarbini, M. Kom,I



INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI RADEN INTAN LAMPUNG
FAKULTAS USHULUDDIN
JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM
TAHUN AJARAN 2012/2013

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayahNya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul “Unsur-Unsur Dakwah” yang menjadi salah satu tugas dari mata kuliah Dakwah Pembangunan ini dengan baik dan lancar.
Merupakan suatu tambahan pengetahuan dan wawasan bagi kami para penyusun makalah ini terutama materi-materi baru yang dapat memberikan pemahaman-pemahaman yang lebih bervariatif tentang Masalah unsur-unsur dakwah dan da’i.
Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati saya ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Rekan-rekan mahasiswa - mahasiswi Institut Agama Islam Negeri Lampung Fakultas Ushuluddin, Jurusan Pemikiran Politik Islam.
2.      Kedua orang tua kami yang telah memberikan dukungan mositral maupun material.
3.      Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.

read more...
Kami sebagai penyusun makalah ini menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan di masa yang akan datang.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kami selaku penyusun dan penulis makalah ini pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya sebagai referensi tambahan di bidang ilmu Pemikiran politik islam.

Bandar Lampung, 16 April 2013

Penulis











DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A.    Latar Belakang............................................................................................. 1
B.     Rumusan Masalah........................................................................................ 1
C.     Tujuan Penulisan.......................................................................................... 2
D.    Manfaat Penulisan........................................................................................ 2
E.     Metode Penelitian........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 4
A.      UNSUR-UNSUR DAKWAH.................................................................... 4
B.       PESAN........................................................................................................ 10
C.       USLUB/METODE...................................................................................... 12
D.      MEDIA........................................................................................................ 27
E.       MAD’U........................................................................................................ 29
BAB III PENUTUP........................................................................................... 31
A.    Kesimpulan.................................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 34
BAB I
PENDAHLUAN
A.      Latar Belakang
Dakwah sendiri yang kita ketahui  artinya mengajak, menyeru umat untuk ke jalan kebenaran beramal nelaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya agar menjadi masyarakat yang madani.
Kegiatan dakwah merupakan kewajiban untuk semua umat muslim di dunia. Kegiatan berdakwah tidak hanya dilakukan melalui ceramah saja. Tapi banyak cara untuk melakukan dakwah, bahkan media elektronik on-line seperti internet sekalipun bisa dijadikan untuk media dakwah bagi kaum muslim sekarang ini. Seiring dengan perkembangan zaman, manusia dari hari ke hari semakin tidak menentu keadaanya baik itu segi moralitas keagamaan maupun kehidupan sosial, ekonomi atau politik. Jadi sudah sepantasnya masyarakat muslim ini untuk banyak melakukan dakwah baik secara lisan, tulisan, melalui media, dan alat yang menunjang untuk berdakwah lainnya. Sehingga dengan dilakukannya dakwah setidaknya dapat memperbaiki keimanan individu, kelompok ataupun masyarakat pada umumnya

B.       Rumusan Masalah
Seperti yang telah diuraikan pada latar belakang, maka penulis mengambil keputusan masalah sebagai beriktu :
1.      Apa pengertian masalah dan masalah unsur-unsur dakwah
2.      Klasifikasi masalah unsur-unsur dakwah
3.      Apa manfaat  dari da’I, dan bagaimana metode dakwah.

C.      Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini di bagi menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
1.        Tujuan Umum
  1. Mengetahui pengertian unsur-unsur dakwah
  2. Mengetahui apa manfaat unsur-unsur dakwah
  3. Meneliti dan menyelesakan dari permasalahan yang ada.
2.        Tujuan Khusus
Menyelesakan tugas mata kuliah Dakwah Pembangunan tentang masalah unsure-unsur dakwah.
D.      Manfaat Penulisan
  1. Sebagai bahan belajar bagi mahasiswa.
  2. Sebagai wacana awal bagi penyusunan karya tulis selanjutnya.
  3. Sebagai literatur untuk lebih memahami masalah social dan manfaat sosiolgi.
E.       Metode Penelitian
Dalam penulisan karya tulis ini, metode yang digunakan adalah :
  1. Studi pustaka yaitu dengan mencari referensi dari buku-buku yang berkaitan degan penulisan karya tulis ini.
  2. Penjelajahan internet yaitu dengan mencari beberapa informasi di mesin pencari yang penulis tidak dapatkan dalam buku.














BAB II
PEMBAHASAN
A.      UNSUR-UNSUR DAKWAH
Dengan merujuk kepada surat al-Nahl ayat 125 sebagaimana disebutkan dalam ayat itu, yaitu :”serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik. Sesungguhnya Tuhan-mu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang yang mendapat petunjuk”, dapat dirumuskan unsur-unsur dakwah[1] yaitu :
a.        Da’i
Da’i adalah setiap orang yang hendak menyampaikan, mengajak orang ke jalan Allah[2]. Setiap orang yang menjalankan aktifitas dakwah, hendaknya memilih kepribadian yang baik sebagai seorang da’i, menurut Prof. DR. Hamka “jayanya atau suksesnya suatu dakwah memang sangat bergantung kepada pribadi atau pembawa dakwah itu sendiri, yang sekarang lebih populer disebut da’i”. kepribadian disini meliputi kepribadian yang bersifat jasmanai dan rohani meliputi:
b.        Sifat-sifat Seorang Da’i

1.        iman dan taqwa kepada Allah
Syarat kepribadian sorang da’i yang terpenting adalah iman dan taqwa kepada Allah. Oleh karena itu didalam membawa misi dakwah diharuskan terlebih dahulu diri-sendiri dapat memerangi hawa nafsunya, sehingga diri pribadi ini lebih taat kepada allah dan Rasulnya dibandingkan dengan sasaran dakwahnya.[3]
2.        Tulus ikhlas dan tidak mementingkan kepentingan diri pribadi
Niat yang lurus tanpa pamrih duniawiyah belaka, salah satu syarat mutlak ang harus dimiliki seorang da’i. Sebab dakwah adalah pekerjaan yang bersifat ubudiyah atau terkenal dengan hablullah,yakni amal perbuatan yang berhubungan dengan Allah[4]. Sifat ini sangat menentukan keberhasilan dakwah, misalnya ada dalam hati ketika memberikan ceramah dengan adanya ketidak ikhlasan dalam memberikan ceramah.
3.        Ramah dan penuh pengertian
Propaganda yang dapat diterima orang lain, apabila yang mempropagandakan berlaku ramah, sopan dan rigan tangan untuk melayani sasarannya, karena keramahan, kesopanan dan keringan-tanganannya insya-Allah akan berhasil dakwahnya.[5]
4.        Tawadlu’ (rendah diri)
Rendah diri hati bukan semata-mata merasa dirinya terhina dibandingkan dengan derajat dan martabat orang lain, akan tetapi seorang da’i yang sopan, tidak sombong dan tidak suka menghina dan mencela orang lain.[6]
5.        Sederhana dan jujur
Sederhana bukanlah berarti didalam kehidupan sehari-hari selalu ekonomis dalam memenuhi kebutuhannya, akan tetapi sederhana disini tidak bermegah-megahan, angkuh dan sebagainya, sedangkan kejujuran adalah orang yang percaya akan ajakannya dan dapat mengikuti ajakan dirinya.[7]
6.        Tidak memiliki sifat egoism
Ego adalah watak yang menonjolkan akunya, angkuh dalam pergaulan merasa dirinya terhormat, lebih pandai, dan sebagainya. Sifat inilah yang harus dijauhi betul-betul oleh seorang da’i .[8]
7.        Sifat semangat
Semangat berjuang harus dimiliki oleh da’I, sebab dengan sifat ini orang akan trerhindar dari rasa putus asa, kecewa, dan sebagainya.[9]
8.        Sabar dan tawakal
Dalam melaksanakan dakwah mengalami beberapa hambatan dan cobaan hendaklah sabar dan tawakan kepada Allah.[10]
9.        Memiliki jiwa toleran
Dimana tempat da’i dapat mengadaptasikan dirinya dalam artian posisi.
10.    Sifat terbuka
Apabila ada kritik dan sara hendaknya diterima dengan gembira, mengalami kesulitan yang sanggup memusyawarahkan dan tidak berpegang tangan kepada idenya sendiri.[11]
11.    Tidak memiliki penyakit hati
Sombong, dengki, ujub, dan iri haruslah disingkirkan dalam hati sanubari yang hendak berdakwah.
c.         Sikap Seorang Da’i
i.              Berakhlak mulia
Berbudi pekerti yang baik (akhlaqul karimah) sangat mutlak yang harus dimiliki oleh seorang da’i. Bahkan prof. DR. hamka pernah mengatakan bahwa “alat dakwah yang sangat utama ialah akhlak”.
ii.              Hing ngarsa asung tuladha, hing madya mangun karsa, tutwuri handayani.
Pendapat Ki Hajar Dewantoro Bapak Pendidikan Indonesia itu harus pula dimiliki seorang da’I. Hing ngarsa asung tuladha; artinya seorang Da’i yang merupakan orang terkemuka di tengah-tengah masyarakat haruslah dapat menjadi tauladan yang baik bagi masyarakat. Hing madya mangun karsa; artinya bila di tengah-tengah massa, hendaknya dapat memberikan semangat, agar mereka senantiasa mengerjakan, mengikuti segala ajakannya. Selanjutnya tutwuri handayani; artinya bila bertempat di belakang, mengikutinya, dengan memberi bimbingan-bimbingan agar lebih meningkatkan amalannya.[12]
iii.              Disiplin dan bijakasana
Disiplin dalam artian luas sangat diperlukan oleh seorang da’i dalam mengemban tugasnya sebagai muballigh. Begitupun bijaksana dalam menjalankan tugasnya sangat berperan di dalam mencapai keberhasilan dakwah.[13]
iv.              Wira’i dan berwibawa
Sikap yang wira’I menjauhkan perbuatan-perbuatan yang kurang berguna dan mengindahkan amal shaleh, salah satu hal yang dapat menimbulkan kewibawaan seorang da’i. sebab kewibawaan merupakan faktor yang mempengaruhi seseorang akan percaya menerima ajakannya.[14]
v.              Tanggung jawab
Tanggung jawab merupakan hal penting yang harus dimiliki seorang da’i, tanggung jawab disini maksudnya pesan yang disampaikan da’I tersbut dapat di uji kebenarannya.
vi.              Berpandangan luas
Seorang da’i dalam menentukan starategi dakwahnya sangat memerlukan pandangan yang jauh, tidak fanatik terhadap satu golongan saja dan waspada dalam menjalankan tugasnya.
d.        Kepribadian Seorang Da’i
Da’i dalam prespektif ilmu komunikasi dapat dikategorikan sebagai komunikator yang bertugas menyebarkan dan menyampaikan informasi-informasi dari sumber (source) melalui saluran yang sesuai (chanel) pada komunikan (receiver). Untuk menjadi komunikator yang baik dituntut adanya kredibilitas yang tinggi yaitu suatu tingkat kepercayaan yang tinggi padanya dari komunikannya. Komunikator yang baik adalah komunikator yanag mampu menyampaikan informasi atau pesan (message) kepada komunikan sesuai dengan yang diinginkan.[15]
Adapun kredibilitas yang dimilki da’i tidaklah tumbuh dengan sendirinya, melainkan harus dibina dan terus dikembangkan. Seorang da’i yang berkredibilitas tinggi adalah seorang yang mempunyai kompetensi di bidang yang ingin ia sebarkan, mempunyai jiwa yang tulus dalam beraktifitas, senang terhadap pesan-pesan yang ia miliki, berbudi luhur serta mempunyai status yang cukup walau tidak harus tinggi.[16] Dari sana berarti seorang da’i yang ingin memiliki kredibilitas tinggi harus berupaya membentuk dirinya dengan sungguh-sungguh. Dari penjelasan di atas, menunjukkan bahwa di antara aspek yang mampu membangun kredibilitas adalah aspek yang berkaitan dengan kepribadian,sebuah sifat hakiki pada seorang da’i.[17]
Kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang da’i terbagi menjadi dua yaitu kepribadian yang bersifat rohaniah dan jasmaniah.
B.       PESAN
Pesan dakwah ini dalam al-Qur’an diungkapkan beraneka ragam yang menunjukan fungsi kandungan ajaran-Nya, melalui penyampaian pesan-pesan Islam, manusia akan dibebaskan dari segala macam bentuk kehkufuran dan kemusrikan. Inti agama Islam yang telah disepakati oleh para ulama, sarjana, dan pemeluknya sendiri adalah tauhid[18].  Sehingga sering dikatakan bahwa agama Islam adalah agama tauhid. Dan yang membedakan Islam dengan agama lainnya adalah monoteisme atau tauhid yang murni, yang tidak dapat dicampuri segala bentuk syirik[19]. Dan inilah yang melebihkan agama Islam diatas agama lain.
Sumber utama ajaran Islam sebagai pesan dakwah adalah al-Qur’an itu sendiri, yang memiliki maksud spesifik. Paling tidak terdapat sepuluh maksud pesan al-Qur’an sebagai sumber utama Islam adalah :
1.      Menjelaskan hakikat tiga rukun Islam, yaitu Iman, Islam, dan Ihsan, yang telah didakwahkan oleh Rosul
2.      Menyempurnakan aspek psikologis manusia secara individu, kelompok dan masyarakat.
3.      Menjelaskan sesuatu yang belum diketahui manusia tentang hakikat kenabian, risalah, dan tugas para Rosul.
4.      Mereformasi kehidupan sosial kemasyarakatan dan sosial politik diatas dasar kesatuan nilai kedamaian dan keselamatan dalam agama.
5.      Mengkokohkan keistimewaan universalitas ajaran Islam dalam pembentukan kepribadian melalui kewajiban dan larangan.
6.      Menjelaskan hukum Islam tentang kehidupan politik negara.
7.      Membimbing penggunaan urusan harta.
8.      Meroformasi sistem peperangan guna mewujudkan kebaikan dan kemaslahatan manusia dan mencegah dehumanisasi.
9.      Menjamin dan memberikan kedudukan yang layak bagi hak-hak kemanusiaan wanita dalam beragama dan berbudaya.
10.  Membebaskan perbudakan.[20]

C.      USLUB/METODE
Secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa yunani, yakni dari kata “metodos” yang berarti cara atau jalan. Sedangkan pengertian menurut terminologi adalah suatu cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan dengan hasil yang efektif dan efisien. Dengan demikian metode dakwah dapat diartikan sebagai suatu cara atau jalan yang ditempuh/ diterapkan oleh seorang da’I  dalam menjalankan aktivitas dakwahnya agar tercapai apa yang menjadi tujuan dakwahnya dengan efektif dan efisien.[21]
Ada beberapa metode dakwah yang dipakai secara umum oleh para da’i, diantaranya :
1.        Metode Ceramah (Rhetorika Dakwah)
Ceramah adalah suatu tehnik atau metode dakwah yang banyak diwarnai oleh ciri karakteristik bicara oleh seseorang da’i atau mubaligh pada suatu aktivitas dakwah, ceramah dapat pula bersifat propaganda, kampanye, berpidato, khutbah, sambutan, mengajar dan sebagainya.[22]
Metode ceramah sebagai salah satu metode atau tehnik berdakwah tidak jarang digunakan oleh para da’i  atau pun para utusan Allah dalam usaha menyampaikan risalahnya.[23]
2.        Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah penyampaian materi dakwah dengan cara mendorong sasarannya (obyek dakwah) untuk menyatakan sesuatu masalah yang dirasa belum dimengerti dan mubaligh atau da’I sebagai penjawabnya. Metode ini dimaksudkan untuk melayani masyarakat sesuai kebutuhannya. Sebab dengan bertanya berarti orang ingin mengerti dan dapat mengamalkannya.[24]
Metode tanya jawab ini bukan saja cocok pada ruang tanya-jawab, baik di radio maupun media surat kabar dan majalah, akan tetapi cocok pula untuk mengimbangi dan memberi selingan ceramah. Metode ini sering dilakukan Rasulullah S.A.W dengan Jibril AS, demikian juga dengan para sahabat di saat tak dimengerti tentang sesuatu dalam agama (sahabat bertanya kepada Rasulullah).[25]
3.        Debat (Mujadalah)
Mujadalah selain sebagai dasanama (sinonim) dari istilah dakwah, dapat juga sebagai salah satu metode dakwah. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat An Nahl ayat 125. berdasarkan firman Allah, berdebat patut dijadikan sebagai metode dakwah. Namun perlu diketahui bahwa debat yang dimaksud di sini adalah debat yang baik, adu argument dan tidaka tegang sampai pada pertengkaran.[26]
Debat sebagai metode dakwah pada dasarnya mencari kemenangan, dalam arti menunjukkan kebenaran dan kehebatan Islam. Dengan kata lain debat adalah mempertahankan pendapat dan ideologinya agar pendapat dan idiologinya itu diakui kebenarannya dan kehebatannya oleh musuh (orang lain). Berdebat efektif dilakukan sebagai metode dakwah hanya pada orang-orang (objek dakwah) yang membantah akan kebenaran Islam.[27]
4.        Percakapan Antar Pribadi
Percakapan pribadi atau individual conference adalah percakapan bebas antara seseorang da’I  atau mubaligh dengan individu-individu sebagai sasaran dakwahnya. Percakapan pribadi bertujuan untuk menggunakan kesempatan yang baik di dalam percakapan atau mengobrol untuk aktivitas dakwah.[28]
5.        Metode Demonstrasi
Berdakwah dengan cara memperlihatkan suatu contoh baik berupa benda, peristiwa, perbuatannya dan sebagainya dapat dinamakan bahwa seorang da’i yang bersangkutan menggunakan metode demonstrasi. Artinya suatu metode dakwah di mana seorang da’i memperlihatkan sesuatu atau mementaskan sesuatu terhadap sasarannya dalam rangka mencapai tujuan dakwah yang ia inginkan.[29]
6.        Metode Dakwah Rasulullah
Muhammad saw. seorang da’I  internasional, pembawa agama Islam dari Allah untuk seluruh alam. Beliau di dalam membawa misi agamanya menggunakan berbagai metode antara lain :
Ø  Dakwah dibawah tanah
Ø  Dakwah secara terang-terangan
Ø  Surat menyurat
Ø  Politik pemerintah
Ø  Peperangan
7.        Pendidikan dan Pengajaran Agama
Pendidikan dan pengajaran dapat pula dijadikan sebagai metode dakwah. Sebab dalam definisi dakwah telah disebutkan bahwa dakwah dapat diartikan dengan dengan dua sifat, yakni bersifat pembinaan dan pengembangan.[30]
Hakikat pendidikan agama adalah penanaman moral keagamaan kepada objeknya, sedangkan pengajaran agama adalah memberikan pengetahuan-pengetahuan agama kepada orang yang menjadi objeknya.[31]
8.        Mengunjungi Rumah (Silaturahmi/Home Visit)
Metode dakwah semacam ini dirasa efektif juga untuk dilaksanakan dalam rangka mengembangkan maupun membina umat Islam sehingga banyak da’i -da’i  yang menggunakan metode seperti ini.[32]
Bentuk Bentuk Metode Dakwah
a.        Metode Dakwah Al-Hikmah
Dakwah AL-Hikmah Yakni menyampaikan dakwah dengan cara yang arif bijaksana, yaitu melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek dakwah mampu melaksanakan dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan kata lain dakwah bi al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang dilakukan atas dasar persuasif.[33]
Dalam kitab al-Hikmah fi al dakwah Ilallah ta'ala oleh Said bin Ali bin wahif al-Qathani diuraikan lebih jelas tentang pengertian al-Hikmah, antara lain:
Menurut bahasa:
v  adil, ilmu, sabar, kenabian, Al-Qur'an dan Injil
v  memperbaiki (membuat manjadi lebih baik atau pas) dan terhindar dari kerusakan
v  ungkapan untuk mengetahui sesuatu yang utama dengan ilmu yang utama
v  obyek kebenaran(al-haq) yang didapat melalui ilmu dan akal
v  pengetahuan atau ma'rifat.[34]
Menurut istilah Syar'i:
v  valid dalam perkataan dan perbuatan, mengetahui yang benar dan mengamalkannya, wara' dalam Dinullah, meletakkan sesuatu pada tempatnya dan menjawab dengan tegas dan tepat.[35]
Adapun secara terminology, ada beberapa pengertian tentang Hikmah, di antaranya:
v  Menurut Syeh Mustafa Al-Maroghi dalam tafsirnya mengatakan bahwa hikmah yaitu; Perkataan yang jelas dan tegas disertai dengan dalil yang dapat mempertegas kebenaran, dan dapat menghilangkan keragu-raguan.
v  Menurut Syekh Muhammad Abduh, hikmah adalah mengetahui rahasia dan faedah di dalam tiap-tiap hal. Hikmah juga digunakan dalam arti ucapan yang sedikit lapaz tetapi banyak makna atau dapat diartikan  meletakkan sesuatu pada tempat atau semestinya.14 Orang yang memiliki hikmah disebut al-hakim yaitu orang yang memiliki pengetahuan yang paling utama dari segala sesuatu. Kata hikmah juga sering dikaitkan dengan filsafat karena filsafat juga mencari pengetahuan hakikat segala sesuatu.
v  Menurut Imam Abdullah bin Ahmad Mahmud an- Nasafi, arti hikmah yaitu:
v  Artinya: Dakwah bil hikmah adalah dakwah dengan menggunakan perkataan yang benar dan pasti, yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan.
v  Menurut al-Kasysyaf-nya Syekh Zamakhsyari, al- hikmah adalah perkataan yang pasti benar. Ia adalah dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan atau kasmaran. Selanjutnya Syekh Zamakhsyari mengatakan hikmah juga diartikan sebagai al-Quran yakni ajaklah mereka (manusia) mengikuti kitab yang memuat hikmah.
v  Sedangkan menurut Moh. Natsir mengatakan, bahwa hikmah lebih dari semata-mata ilmu. Ia adalah ilmu yang sehat dan mudah dicernakan; ilmu yang berpadu dengan rasa perisa, sehingga menjadi daya tarik penggerak untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat, berguna kalau dibawa kebidang dakwah: untuk melakukan tindakan sesuatu yang berguna dan efektif.[36]
Dari pengertian diatas, dapat dipahami bahwa al- hikmah adalah merupakan kemampuan da’I dalam memilih dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u. di samping itu juga, al-hikmah merupakan kemampuan da’I dalam menjelaskan doktrin-doktrin Islam serta realitas yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Oleh karena itu, al-hikmah adalah sebagai sebuah system yang menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis dalam dakwah.[37]
Dalam dunia dakwah, hikmah adalah salah satu penentu sukses tidaknya kegiatan dakwah. Dalam menghadapi mad’u yang beragam tingkat pendidikan strata social dan latar belakang budaya, para da’I memerlukan hikmah sehingga materi dakwah yang disampaikan mampu masuk ke ruang hati para mad’u dengan tepat. Oleh karena itu para da’I dituntut untuk mampu mengerti dan memahami sekaligus memanfaatkan latar belakangnya, sehingga ide-ide yang diterima dapat dirasakan sebagai sesuatu yang menyentuh dan menyejukkan kalbunya. Di samping itu, da’I juga akan berhadapan dengan realitas perbedaan agama dalam masyarakat yang heterogen. Kemampuan da’I untuk bersifat objektif terhadap umat lain, berbuat baik dan bekerja sama dalam hal-hal yang dibenarkan agama tanpa mengorbankan keyakinan yang ada pada dirinya adalah bagian dari hikmah dalam dakwah.[38]
Da’i yang sukses biasanya berkat dari kepiawaannya dalam memilih kata. Pemilihan kata adalah hikmah yang sangat diperlukan dalam dakwah. Da’I tidak boleh hanya sekedar menyampaikan ajaran agama tanpa mengamalkannya. Seharusnya da’I adalah orang yang pertama yang mengamalkan apa yang diucapkannya. Kemampuan da’I untuk mrnjadi contoh nyata umatnya dalam bertindak adalah hikmah yang seharusnya tidak boleh ditinggalkan oleh seorang da’i. dengan amalan nyata yang bisa langsung dilihat oleh masyarakatnya, para da’I tidak terlalu sulit untuk harus berbicara banyak, tetapi gerak dia adalah dakwah yang jauh lebih efektif dari sekedar berbicara.[39]
Hikmah merupakan suatu term karakteristik metode dakwah sebagaimana termaktub dalam QS. An- Nahl ayat 125. Ayat teersebut mengisyaratkan pentingnya hikmah untuk menjadi sifat dari metode dakwah dan betapa pentingnys dakwah mengikuti langkah-langkah yang mengandung hikmah. Ayat tersebut seolah-olah menunjukkan metode dakwah praktis kepada para da’I yang mengandung arti mengajak manusia kepada jalan yang benar dan mengajak manusia untuk menerima dan mengikuti petunjuk agama dan akidah yang benar. Ayat tersebut juga mengisyaratkan bahwa mengajak manusia kepada hakikat yang murni dan apa adanya tidak mungkin dilakukan tanpa melalui pendahuluan atau tanpa mempertimbangkan iklim dan medan kerja yang sedang dihadapi.[40]
Dengan demikian jika hikmah dikaitkan dengan dunia dakwah, maka ia merupakan peringatan kepada para da’I untuk tidak menggunakan satu bentuk metode saja. Sebaliknya, mereka harus menggunkan berbagai macam metode sesuai dengan realitas yang dihadapi dan sikap masyarakat terhadap Islam. Sebab sudah jelas, dakwah tidak akan berhasil jika metode dakwahnya monoton. Ada sekelompok orang yang hanya memerlukan iklim dakwah yang penuh gairah dan berapi-api, sementara kelompok yang lain memerlukan iklim dakwah yang sejuk.[41]
Hikmah merupakan pokok awal yang harus dimiliki oleh seorang da’I dalam berdakwah. Karena dari hikmah ini akan lahir kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam menerapkan langkah-langkah dakwah baik secara metodologis maupun praktis. Kesimpulannya hikmah bukan hanya sebuah pendekatan satu metode, akan tetapi kumpulan beberapa pendekatan dalam sebuah metode. Dalam dunia dakwah: hikmah bukan hanya berarti “mengenal strata mad’u” akan tetapi juga “Bila harus bicara, bila harus diam”. Hikmah bukan hanya “mencari titik temu” tetapi juga “toleran yang tanpa kehilangan sibghah”. Hikmah bukan hanya dalam kontek “memilih kata yang tepat” tetapi juga “cara berpisah”. Dan akhirnya hikmah adalah uswatun hasanah serta lisanul hal.[42]
b.        Metode Dakwah Al-Mau’idzatil Hasanah
Term mau’idzah hasanah dalam perspektif dakwah sangat popular, bahkan dalam acara-acara seremonial keagamaan seperti mauled Nabi dan Isra Mi’raj. Istilah mau’idzah hasanah mendapat porsi khusus dengan arti “acara yang ditunggu-tunggu” yang merupakan inti acara dan biasanya menjadi salah satu target keberhasilan suatu acara. Namun demikian agar tidak menjadi salah paham, maka di sini akan dijelaskan pengertian mau’idzah hasanah.[43]
Secara bahasa mau’idzah hasanah terdiri dari dua kata yaitu mau’idzah dan hasanah. Kata mau’idzah berasal dari bahasa Arab yaitu wa’adza – ya’idzu – wa’dzan yang berarti nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan.
Adapun secara terminology, ada beberapa pengertian di antaranya:
1.        Menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutip oleh Hasanuddin adalah sebagai berikut: Al-Mau’idzatil hasanah adalah perkataan-perkataan yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan al-Quran.
2.        Menurut Abdul Hamid Al-Bilali; mau’idzatil hasanah merupakan salah satu metode dalam dakwah untuk mengajak ke jalan Allah dengan cara memberikan  nasihat atau membimbing dengan lemah lembut agar mereka mau berbuat baik.
3.        Menurut Ibnu Syayyidiqi; memberi ingat kepada orang lain dengan fahala dan siksa yang dapat menaklukkan hati.[44]
Dari beberapa definisi di atas, metode mau’idzah hasanah terdiri dari beberapa bentuk, di antaranya: nasehat , tabsyir watanzir , dan  wasiat
1.        Nasehat atau petuah
Nasehat adalah salah satu cara dari al-mau;izah al-hasanah yang bertujuan mengingatkanbahwa segala perbuatan pasti ada sangsi dan akibat. Secara terminology  Nasehat adalah memerintah atau melarang atau mmenganjurkan yang dibarengi dengan motivasi dan ancaman. Sedangkan , pengertian nasegat dalam kamus besar Bahsa Indonesia Balai Pustaka adalah memberikan petunjuk kepada jalan yang benar.
Perintah saling menasehati ini dapat kita lihat pada beberapa ayat alqur’an di antaranya  :
a.          Surat al-Ashr ayat 1-3
artinya:
“Demi masa sesungguhnya manusia itu dalam kerugian kecuali orang-orang yang beriman yang mengerjakan amal saleh dan saling menasehati tentang kebenaran serta menasehati tentang kesabaran”
b.        Surat An-Nahl ayat 125
Artinya :
“Serulah manusia ke jalan Tuhanmu, dengan cara hikmah, pelajaran yang baik dan berdiskusilah dengan mereka dengan cara yang baik pula. Sesunggguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jaanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang orang yang mendapat petunjuk”
2.        Tabsyir watanzir
            Tabsyir secara bahasa berasal dari kata basyara yang mempunyai arti memperhatikan/ merasa senang. Tabsyir dalam istilah dakwah adalah penyampaian dakwah yang berisi kabar-kabar yang menggembirakan bagi orang orang yang mengikuti dakwah.
Tujuan tabsyir :
1.        Menguatkan atau memperkokoh keimanan
2.        Memberikan harapan
3.        Menumbuhkan semangat untuk beramal
4.        Menghilangkan sifat keragu-raguan
            Tandzir atau indzar menurut istilah dakwah adalah penyampaian dakwah dimana isinya berupa peringatan terhadap manusia tentang adanya kehidupan akhirat dengan segala konsekuwensinya.[45]
3.        Wasiat
            Secara etimologi  kata wasiat berasal dari bahasa arab ,yang terambil dari kata  Washa-Washiya-Washiyatan yang berarti pesan penting. Wasiat dapat dibagi menjadi Dua kategori, yaitu :
a.         Wasiat orang yang masih hidup kepada orang yang masih hidup, yaiitu berupa ucapan, pelajaran atau arahan tentang sesuatu.
b.        Wasiat orang yang telah meninggal (ketika menjelang ajal tiba) kepada orang yang masih hidup berupa ucapan atau berupamharta benda warisan.
            Oleh karena itu , pengertian wasiat dalam konteks dakwah adalah : ucapan berupa arahan (taujih), kepada orang lain (mad’u), terhadap sesuatu yang belum dan akan terjadi (amran sayaqa mua’yan).[46]
            Wasiat diberikan apabila da’I telah mampu membawa mad’u dalam memahami seruannya atau disaat memberikan kata terakhir dalam dakwahnya (tabliq). Wasiat adalah salah satu model pesan dalam perspektif komunikasi, maka seorang da’I harus mampu memenej kesan(management impression) mad’u setelah menerima saruan dakwah. Sehingga wasiat yang diberikan mampu mempunyai efek positif bagi mad’u. efek wsiat terhadap mad’u antara lain :
a.         Memberdayakan daya nalar intelektual mad’u untuk memahami ajaran islam
b.        Membangun daya ingat mad’u secara kontinu, karena ada persoalan agama yang sulit di analisa
c.         Mengembalikan umat atau mad’u kepada eksitensi ajaran islam
d.        Membangun nilai-nilai kesabaran, kasih sayang dan kebenaran bagi kehidupan mad’u atau umat.[47]
            Dari beberapa pengertian di atas, istilah mau’idzah hasanah akan mengandung arti kata-kata yang masuk ke dalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan, tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain sebab kelemah-lembutan dalam menasihati seringkali dapat meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan daripada larangan dan ancaman.[48]
c.         Metode Dakwah Al-Mujadalah Bil Lati Hiya Ahsan
            Dari segi etimology lapadz mujadalah diambil dari kata jadala yang artinya memintal, melilit. Apabila ditambahkan alif pada huruf jim yang mengikuti wazan faala menjadi jaadala dapat bermakna berdebat. Berarti arti mujadalah mempunyai pengertian perdebatan.[49]
            Kata jadala dapat bermakna menarik tali dan mengikatnya guna menguatkan sesuatu. Orang yang berdebat bagaikan menarik dengan ucapan untuk menyakinkan lawannya dengan menguatkan pendapatnya melalui argumentasi yang disampaikan.
            Dari segi istilah terdapat beberapa pengertian al- mujadalah (al-hiwar). Al-mujadalah berarti upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan di antara keduanya.[50]
            Adapun secara terminology, ada beberapa pengertian di antaranya:
1.        Menurut Imam Ghazali dalam kitabnya Ikhya Ulumuddin menegaskan agar orang-orang yang melakukan tukar fikiran itu tidak beranggapan bahwa yang satu sebagai lawan bagi yang lainnya, tetapi mereka harus  menganggap bahwa para peserta mujadalah atau diskusi itu sebagai kawan yang saling tolong-menolong dalam mencapai kebenaran.
2.        Menurut Sayyid Muhammad Thantawi adalah suatu upaya bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan dengan cara menyajikan argumentasi dan bukti yang kuat.
3.        Menurut tafsir An-Nasafi, kata mujadalah mengandung arti berbantahan dengan jalan sebaik-baiknya antara lain dengan perkataan yang lunak, lemah lembut, tidak dengan ucapan yang kasar atau dengan mempergunakan sesuatu (perkataan) yang bisa menyadarkan hati, membangunkan jiwa dan menerangi akal pikiran.[51]
            Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang disebut dengan mujadalah adalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat.[52]
            Demikianlah pengertian tentang tiga prinsip metode tersebut. Selain metode tersebut Nabi Muhammad Saw bersabda :
“Siapa di antara kamu melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan hatinya, dan yang terakhir inilah selemah-lemah iman.” [ H.R. Muslim ].[53]
            Dari hadis tersebut terdapat tiga tahapan metode yaitu ;
a.         Metode dengan tangan [bilyadi], tangan di sini bisa difahami secara tektual ini terkait dengan bentuk kemunkaran yang dihadapi, tetapi juga tangan bisa difahami dengan kekuasaan atau power, dan metode dengan kekuasaan sangat efektif bila dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah.
b.        Metode dakwah dengan lisan [billisan], maksudnya dengan kata-kata yang lemah lembut, yang dapat difahami oleh mad‟u, bukan dengan kata-kata yang keras dan menyakitkan hati.
c.         Metode dakwah dengan hati [bilqolb], yang dimaksud dengan metode dakwah dengan hati adalah dalam berdakwah hati tetap ikhlas, dan tetap mencintai mad‟u dengan tulus, apabila suatu saat mad‟u atau objek dakwah menolak pesan dakwah yang disampaikan, mencemooh, mengejek bahkan mungkin memusuhi dan membenci da‟I atau muballigh, maka hati da‟i tetap sabar, tidak boleh membalas dengan kebencian, tetapi sebaliknya tetap mencintai objek, dan dengan ikhlas hati da‟i hendaknya mendo‟akan objek supaya mendapatkan hidayah dari Allah SWT.[54]
            Selain dari metode tersebut, metode yang lebih utama lagi adalah bil uswatun hasanah, yaitu dengan memberi contoh prilaku yang baik dalam segala hal. Keberhasilan dakwah Nabi Muhammad SAW banya ditentukan oleh akhlaq belia yang sangat mulia yang dibuktikan dalam realitas kehidupan sehari-hari oleh masyarakat. Seorang muballigh harus menjadi teladan yang baik dalam kehidupan sehar-hari.[55]
D.      MEDIA
Jika metode merupakan mesian dan pengemudi dari sebuah kendaraan dalam perjalanan dakwah menuju suatu tujuan yang ditetapkan, maka media merupakan kendaraan itu sendiri, tanpa instrument yang dimiliki oleh da’i, perjalanan dakwah tidak akan berjalan.[56]
Instrumen yang berfungsi sebagai media itu, dalam diri da’I adalah seluruh dirinya sendiri. Sedangkan yang diluar diri da’I adalah media cetak, elektronik , dan benda lainnya.
Baik metode maupun media memiliki pengaruh tersendiri bagi da’i dan media yang akan menentukan kelancaran dan kesuksesan proses dakwah itu sendiri. Contoh dakwah di media televisi dan surat kabar adalah :
a.         Iklan melalui media televise
Iklan adalah khotbahnya televisi. Namun, iklan bukan memasarkan suatu produk. Iklan juga memasarkan nilai, sikap, perasaan, dan gaya hidup. Secara sangat dahsyat iklan sanggup mengubah watak dan tabiat masyarakat menjadi konsumen kelas berat. Sudah tentu, sebagai media penyampaian informasi, televisi bersifat netral belaka, tidak baik dan tidak buruk. Atau sekarang sedang tren melalui HP sekalipun dakwah telah bisa dilakukan, misalnya iklan pesawat televisi yang menayangkan sosok  Aa Gym yang isinya mengajak untuk bergabung memberikan dakwahnya melalui perantara HP supaya masyarakat mengikuti program tersebut dan tidak susah payah lagi ke majelis ta’lim atau yang lainnya.[57]
b.        Melalui surat kabar
kembali kepada juru dakwah yang mau memanfaatkan yang bernama media pers ini untuk kepentingan dakwah, misalnya, artikel dan opini Aa Gym di koran Pikiran Rakyat setiap hari jum’at, ini merupakan dakwah melalui media surat kabar diantaranya.[58]
E.       MAD’U
Salah satu unsur dakwah yangf satu lagi adalah mad’u, apabila hubungan baik terjalin antara da’I dan mad’u semakin meningkat. Kedekatan hubungan ini boleh terjadi secara alamiah terbentuknya karena bertemunya kedua unsur yang saling membutuhkan dan saling mendukung, tapi bisa juga dari hasil buah kerja dakwah yang efektif.[59]
Hubungan baik antara da’I dan mad’u bisa menimbulkan mad’u yang secara penih mengerti akan pesan yang disampikan oelh da’I, ini menunjukan suatu terjalinya hubungan yang baik. Faktor yang menentukannya diantaranya:
1.        Faktor percaya
Jika masyarakat percaya terhadap da’I dan memandangnya dengan penuh hormat, dipihak lain da’I pun percaya bahwa masyarakat berpikir konstruktif. Jika tidak seperti ini, maka akan menimbulkan kesalahnpahaman.[60]
2.        Sikap saling membantu
Jika masyarakat dibantu akan kedatangan da’I, dan da’I pun merasa dibantu oleh mad’u dalam berekpresi diri dan beramal shaleh mengembangkan karir, maka terjalin hubungan baik mudah terjadi.[61]
3.        Sikap terbuka
Seorang mad’u harus mempunyai sikap terbuka, agar pesan yang disampaikan da’I dapat dicerna atau diterima dengan baik karena adanya perasaan terbuka dan tidak ada perasaan tertutup sedikit pun agar terjalin efek komunikasi yang baik diantara mereka.[62]




BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Uraian-uraian diatas memberikan kita kejelasan bahwa dalam melaksanakan atau mengemban tugas yang mulia ini tidaklah semudah yang kita bayangkan agar dakwah secara maksimal tercapai.
Terdapat lima unsur dakwah yang harus dipenuhi yaitu : da’I, pesan, metode, media, dan mad’u. unsur itu jarus dipenuhi karena untuk tercapainya dakwah yang diharapkan oleh kita menjadi tercapai.
Dakwah AL-Hikmah Yakni menyampaikan dakwah dengan cara yang arif bijaksana, yaitu melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek dakwah mampu melaksanakan dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan kata lain dakwah bi al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang dilakukan atas dasar persuasif.
Dalam kitab al-Hikmah fi al dakwah Ilallah ta'ala oleh Said bin Ali bin wahif al-Qathani diuraikan lebih jelas tentang pengertian al-Hikmah, antara lain:
Menurut bahasa:
v  adil, ilmu, sabar, kenabian, Al-Qur'an dan Injil
v  memperbaiki (membuat manjadi lebih baik atau pas) dan terhindar dari kerusakan
v  ungkapan untuk mengetahui sesuatu yang utama dengan ilmu yang utama
v  obyek kebenaran(al-haq) yang didapat melalui ilmu dan akal
v  pengetahuan atau ma'rifat.
Menurut istilah Syar'i:
v  valid dalam perkataan dan perbuatan, mengetahui yang benar dan mengamalkannya, wara' dalam Dinullah, meletakkan sesuatu pada tempatnya dan menjawab dengan tegas dan tepat.
Adapun secara terminology, ada beberapa pengertian tentang Hikmah, di antaranya:
v  Menurut Syeh Mustafa Al-Maroghi dalam tafsirnya mengatakan bahwa hikmah yaitu; Perkataan yang jelas dan tegas disertai dengan dalil yang dapat mempertegas kebenaran, dan dapat menghilangkan keragu-raguan.
v  Menurut Syekh Muhammad Abduh, hikmah adalah mengetahui rahasia dan faedah di dalam tiap-tiap hal. Hikmah juga digunakan dalam arti ucapan yang sedikit lapaz tetapi banyak makna atau dapat diartikan  meletakkan sesuatu pada tempat atau semestinya.14 Orang yang memiliki hikmah disebut al-hakim yaitu orang yang memiliki pengetahuan yang paling utama dari segala sesuatu. Kata hikmah juga sering dikaitkan dengan filsafat karena filsafat juga mencari pengetahuan hakikat segala sesuatu.
v  Menurut Imam Abdullah bin Ahmad Mahmud an- Nasafi, arti hikmah yaitu:
v  Artinya: Dakwah bil hikmah adalah dakwah dengan menggunakan perkataan yang benar dan pasti, yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan.
v  Menurut al-Kasysyaf-nya Syekh Zamakhsyari, al- hikmah adalah perkataan yang pasti benar. Ia adalah dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan atau kasmaran. Selanjutnya Syekh Zamakhsyari mengatakan hikmah juga diartikan sebagai al-Quran yakni ajaklah mereka (manusia) mengikuti kitab yang memuat hikmah.
v  Sedangkan menurut Moh. Natsir mengatakan, bahwa hikmah lebih dari semata-mata ilmu. Ia adalah ilmu yang sehat dan mudah dicernakan; ilmu yang berpadu dengan rasa perisa, sehingga menjadi daya tarik penggerak untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat, berguna kalau dibawa kebidang dakwah: untuk melakukan tindakan sesuatu yang berguna dan efektif.












DAFTAR PUSTAKA
Agus Ahmad Syafe’I, 2003, Memimpin dengan Hati yang Slelsai, Pustaka Setia
Bandung,

Asmuni Syukir, 1983, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, Al-Ikhlas. Surabaya.

Asmuni Syukir, 1983, Dasar-Dasar Strategi Dakwah, Surabaya. Al-Ikhlas,

Drs. H. Asep M, M. AG, Agus AS, M.Ag, 2002, Metode Pengembangan Dakwah:
 Pustaka Setia. Bandung.

Enjang AS dan Aliyudin, 2009,  Dasar-Dasar Ilmu Dakwah: Pendekatan
            Filosofis Dan Praktis, Widya Padjadjaran, Bandung.

Faizah dan Lalu Muchsin Effendi, 2009,  Psikologi Dakwah, Jakarta, Kencana,
            cet. II.

Gusharton. “Metode Dakwah Islam”. http://gusharton.wordpress.com /2011/05/12/ metode-dakwah-islam/  (25 Januari 2012)


Ismail Raji Al-Faruqi, 1995, TAUHID, Pustaka, Bandung.
Metode Dakwah :  2004 Seri Paduan Majellis Taklim”. Departemen Agama RI,
            Jakarta.

Rosyid. “Dakwah Kontemporer”.  http://forperadaban.blogspot.com/ di akses
            tanggal 30/04/2013

Slamet Muhaemin Abda, 1994,  Prinsip-Prinsip Metodologi Dakwah, Al-Ikhlas,
            Surabaya.

Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, 1997, cv Gaya Media Pratama, Jakarta.

            2013)

Yahya, Andri. “Metode Dakwah Islam”. http://yahyaandri.blogspot.com /2011/01             /metode-dakwah-dalam-islam .html  (26 apri 2013)




[1] Drs. H. Asep M, M. AG, Agus AS, M.Ag, 2002, Metode Pengembangan Dakwah: Pustaka Setia. Bandung. Hlm. 28
[2] Asmuni Syukir, 1983, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, Al-Ikhlas. Surabaya. Hlm. 34
[3] Ibid.
[4] Asmuni Syukir, 1983,  Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, Al-Ikhlas.  Surabaya. Hlm. 38
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Asmuni Syukir,Op. Cit. hlm. 40
[9] Drs. H. Asep M, M. AG, Agus AS, M.Ag, Op. Cit. hlm. 73
[10] Ibid.
[11] Ibid.
[12] Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, 1997, cv Gaya Media Pratama, Jakarta, hlm. 9
[13] Ibid.
[14] Ibid.
[15] Toto Tasmara, Op. Cit. hlm. 9
[16] Ibid.
[17] Ibid.
[18] Ismail Raji Al-Faruqi, 1995, TAUHID, Bandung, Pustaka. Hlm. 16
[19] Ibid.
[20] Agus Ahmad Syafe’I, 2003, Memimpin dengan Hati yang Slelsai, Pustaka Setia: Bandung, hlm. 166

[21] Enjang AS dan Aliyudin, 2009,  Dasar-Dasar Ilmu Dakwah: Pendekatan Filosofis Dan Praktis, Widya Padjadjaran, Bandung. hlm. 73
[22] Ibid.
[23] Ibid.
[24] Ibid, hlm. 78
[25] Ibid.
[26] Slamet Muhaemin Abda, 1994,  Prinsip-Prinsip Metodologi Dakwah, Al-Ikhlas, Surabaya, hlm. 68
[27] Ibid.
[28] Ibid.
[29] Ibid.
[30] Faizah dan Lalu Muchsin Effendi, 2009,  Psikologi Dakwah, Jakarta, Kencana, cet. II. hlm. 90
[31] Ibid.
[32] Ibid.
[33] Rosyid. “Dakwah Kontemporer”.  http://forperadaban.blogspot.com/ di akses tanggal 30/04/2013

[34] Ibid.
[35] Ibid.
[36] Ibid.
[38] Ibid.
[39] Ibid.
[40] Ibid.
[42] Ibid.
[43] Ibid.
[44] Ibid.
[45] Yahya, Andri. “Metode Dakwah Islam”. http://yahyaandri.blogspot.com /2011/01 /metode-dakwah-dalam-islam .html  (26 apri 2013)
[46] Ibid.
[47] Ibid.
[48] Ibid.
[49] Gusharton. “Metode Dakwah Islam”. http://gusharton.wordpress.com /2011/05/12/ metode-dakwah-islam/  (25 Januari 2012)
[50] Ibid.
[51] Ibid.
[52] Ibid.
[53] Metode Dakwah : Seri Paduan Majellis Taklim”. Jakarta : Departemen Agama RI , 2004
[54] Ibid.
[55] Ibid.
[56] Faizah dan Lalu Muchsin Effendi, Op.cit, h.97.
[57] Ibid.
[58] Ibid.
[59] Asmuni Syukir, 1983, Dasar-Dasar Strategi Dakwah, Surabaya. Al-Ikhlas, hlm. 35
[60] Ibid.
[61] Ibid.
[62] Enjang AS dan Aliyudin, Op.cit, hlm. 9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kalo mau lebih banyak silahkan komentar ya guys :)