PERBUATAN
TUHAN DAN PERBUATAN MANUSIA
MAKALAH
Diajukan
Untuk Diskusi Mata Kuliah Ilmu Kalam
Jurusan
Komunikasi
dan Penyiaran Islam
Dosen Pengampu
Subhan Arif, S.Ag,. M.Ag
Kelas
KPI D, Kelompok 15
Di
Susun Oleh
:
Fahri
Ardiansyah
Deka
Mayoga
UNIVERSITAS
ISLAM NEGRI RADEN INTAN LAMPUNG
FAKULTAS DAKWAH
DAN ILMU KOMUNIKASI
JURUSAN KOMUNIKASI
DAN PENYIARAN ISLAM
TAHUN AJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR
Alhamdulilahirobbil
Alamin, segala puju bagi Allah yang telah melimpahkan rahmatnya kepada kami dan
telah mengutus Rasullulah kepada kami, membawa ajaran yang mengangkat kami dari
kegelapan menuju alam yang terang bendeang, yakni dengan adanya agama Islamyang
demikian kami dapat bersyukur dapat menyelesakan tugas makalah Ilmu Kalam ini
yang mana didalamnya menjelaskan tentang Perbuatan
Tuhan dan Perbuatan Manusia
Dalam
makalah ini, kami yakin banyak sekali kesalahan dan kekliruan maka dari itu
kami mohon maaf yang tiada batasnya, dan kami sangat mengharap kritik dan saran
dari pembaca demi perbaikan tulisan kami selanjutnya. Akhirnya semoga makalah
ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan penulis.
Bandar
Lampung, 2017
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Persoalan kalam lain
yang menjadi bahan perdebatan di antra aliran-aliran kalam adalah masalah
perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia. Masalah ini muncul sebagai buntut dari
perdebatan ulama kalam mengenai iman. Ketika sibuk menyoroti siapa yang masih
di anggap beriman dan siapa yang kafir di antara pelaku tahkim, para ulama
kalam kemudian mencari jawaban atas pertanyaan siap sebnarnya yang mengeluarkan
perbuatan manusia apakah Allah sendiri, atau manusia sendiri ? atau kerjasama
antara keduanya. Masalah ini kemudian memunculkan aliran kalam fatalis (predestination) yang
di wakili oleh Qadariyah dan free will yang di wakili
Qadariyah dan Mu’tazilah, sedangkan aliran asy’ariyah dan
Maturidiyah mengambil sikap pertengahan. Persoalan ini kemudian meluas lagi
dengan mempermasalahkan apakah Tuhan memiliki kewajiban-kewajiban tertentu atau
tidak? Apakah perbuatan Tuhan itu tidak terbatas pada hal-hal yang baik-baik
saja, tetapi juga mencakup kepada hal-hal yang buruk?
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pendapat
aliran-aliran mengenai perbuatan Tuhan dan Manusia?
2. Bagimanakah perbandingan
pendapat antar aliran mengenai permaslahan perbuatan Tuhan dan Manusia.
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan ini agar kita dapat memahami :
1. Pendapat beberapa aliran
mengenai perbuatan Tuhan dan Manusia
2. Perbandingan perbuatan
Tuhan dan Manusia menurut beberapa aliran
BAB II PEMBAHASAN
A.
Perbuatan Tuhan
Semua aliran dalam
pemkiran kalam berpandangan bahwa Tuhan melakukan perbuatan. Perbuatan di sini
di pandang sebagai konsekuensi logis dari dzat yang memiliki kemampuan untuk
melakukannya.
1.
Aliran Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah sebagai
aliran kalam yang bercorak rasional, pendapat bahwa perbuatan Tuhan hanya
terbatas pada hal-hal yang di katakan baik. Namun, ini tidak berarti bahwa
Tuhan tidak mampu melakukan perbutan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan
buruk karena ia mengetahui keburukan dari perbuatan buruk itu. Di dalam
Al-Qur’an pun jelas dikatakan bahwa Tuhan tidaklah berbuat zalim.1 Ayat
Al-Qur’an yang di jadikan dalil oleh Mu’tazilah untuk medukung
pendapatnya di atas adalah surat Al-anbiya ayat 23 dan Surat Ar-Rum ayat 8
Qadi abd Al-jabar
seorang tokoh Mu’tazilah mengatakan bahwa ayat tersebut
memberi petunjuk bahwa Tuhan hanya berbuat yang baik dan maha suci dari
perbuatan buruk. Dengan demikian, Tuhan tidak perlu ditanya. Ia menambahkan
bahwa seseorang yang di kenal baik, apabila secara nyata berbuat baik, tidak
perlu di tanya mengapa ia melakukan perbuatan itu, adapun ayat ke dua, menurut
Al-Jabbar, mengandung petunjuk bahwa Tuhan tidak pernah dan tidak akan
melakukan perbuatan-perbuatan buruk. Andaikata Tuhan melakukan perbuatan buruk,
pernyatan bahwa ia menciptakan langit dan bumi serta segala isinya dengan hak,
tentu tidak benar atau merupakan berita bohong.
Dasar pemikiran tersebut
serta konsep tentang ke’adilan Tuhan yang berjalan sejajar dengan faham adanya
batasan-batasan bagi kekuasaan dan kehendak Tuhan, mendorong kelompok Mu’tazilah berpendapat
bahwa Tuhan mempunyai kewajiban terhadpa manusia. Kewajiban-kewajiban itu dapat
di simpulkan dalam suatu hal, yaitu kewajiban tersebut baik bagi manusia. Paham
kewajiban Tuhan berbuat bak, bukan yang terbaik (ash-shalah waal-ashshla)
mengonsekuensikan aliran Mu’tazilah memuculkan faham kewajiban
Allah berikut ini:
a.
Kewajiban tidak
memberikan beban dari luar kemampuan manusia.
Memberikan beban di luar
kemampuan manusia (taklifma la yutaq) adalah bertentangan dengan paham berbuat
baik dan terbaik. Hal ini bertentangan dengna paham mereka tentang keadilan
Tuhan. Tuhan akan bersifat tidak adil kalau ia memberi beban yang terlalu berat
kepada manusia.2
b.
Kewajiban Mengirimkan
Rasul
Bagi aliran Mu’tazilah,
dengan kepercayaan bahwa akal dapat mengetahui hal-hal gaib, pengiriman Rasul
tidaklah begitu penting. Namun, mereka memasukkan pengiriman rasul kepada umat
manusia menjadi salah satu kewajiban Tuhan. Argumentasi mereka adalah kondisi
akal yang tidak dapat mengetahui setiap apa yang harus diketahui manusia
tentang Tuhan dan alam gaib. Oleh karena itu, Tuhan berkewajiban berbuat baik
dan terbaik bagi manusia dengan mengirimkan rasul. Tanpa rasul, manusia tidak
akan memperoleh hidup baik dan terbaik di dunia dan di akhriat nanti
c.
Kewajiban Menempati
Janji (al-Wa’d) dan ancaman
(al-Wa’d)
Janji dan ancaman
merupakan salah satu dari lima dasar kepercayaan aliran Mu’tazilah.
Hal ini erat hubungannya dengan dasar keduanya, yaitu keadilan. Tuhan akan
bersifat tidak adil jika tidak menepati janji untuk memberi pahalah kepada
orang yang berbuat baik, dan menjalankan ancaman bagi orang yang berbuat jahat.
Selanjutnya ke’adaan tidak menepati janji dan tidak menjalankan ancaman
berbentangan dengan maslahat dan kepentingan manusia. Oleh karena itu, menepati
janji dan menjalankan ancaman wajib bagi Tuhan.
2.
Aliran Asy’ariyah
Menurut aliran
asy’ariyah, paham kewajiban Tuhan berbuat baik dan terbaik bagi manusia
ash-shalah wa al-ashlah), sebagaimana dikatakan aliran Mu’tazilah,
tidak dapat di terima karena bertentangan dengan paham kekuasaan dan kehendak
mutlak Tuhan, hal ini di tegaskan al-ghazali ketika mengatakan bahwa Tuhan
tidak berkewajiban berbuat baik dan terbaik bagi manusia. Dengan demkian,
aliran asy’ariyah tidak menerima paham Tuhan mempunyai kewajiban. Tuhan dapat
berbuat sekehendak hatinya terhadap makhluk sebagaimana di katakan al-ghazali,
perbuatan-perbuatan Tuhan bersifat tidak wajib (ja’iz) dan tidak satupun
darinya yang mempunyai sifat wajib.
Karena percaya kepada
kekuasaan mutlak Tuhan dan berpendapat bahwa Tuhan tak mempunyai kewajiban
apa-apa, aliran asy’ariyah menerima paham pemberian beban diluar kemampuan
manusia. Al- Asya’ari sendiri, dengan tegas mengatakan dalam al-luma, bahwa
Tuhan dapat mengatakan beban yang tak dapat di pikul pada manusia. Al-ghazali
pun mengatakan hal itu dalam al-iqtisad.
Walaupun pengiriman
rasul mempunyai arti penting dalam teologi, aliran asy’ariyah menolaknya
sebagai kewajiban Tuhan. Hal itu bertentangan dengan keyakinan mereka bahwa
Tuhan tidak mempunyai kewajiban apa-apa terhadap manusia. Paham ini dapat
membawa akibat yang tidak baik, sekiranya Tuhan tidak mengutus rasul kepada
umat manusia, hidup manusia akan mengalami kekacauan. Tanpa wahyu, manusia
tidak dapat membedakan perbuatan baik dari perbuatan buruk. Ia akan berbuat apa
saja yang di ketahuinya. Namun, sesuai degan paham asy’ariyah tetang kekuasaan
dan kehendak mutlak Tuhan, hal ini tak menjadi permasalahan bagi teologi
mereka. Tuhan berbuat apa saja yang di kehendakinya. Kalau Tuhan menghendaki
manusia hidup dalam masyarakat kacau. Tuhan dalam paham aliran ini tidak
berbuat untuk kepentingan manusia.
3.
Aliran maturidiyah
Mengenai perbuatan Allah
ini, terdapat perbedaan pandangan antara maturidiyah samarkand dan maturidiah
bukhara. Aliran maturidiyah samarkand, yang juga memberikan batas pada
kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanyalah
menyangkut hal-hal yang baik saja. Dengan demikian, juga pemikiran rasul
dipandang maturidiyah samarkand sebagai kewajiban Tuhan.
Adapun maturidiyah
bukhara memiliki pandangan yang sama dengan asy’ariyah mengenai paham bahwa
Tuhan tidak mempunyai kewajiban namun, sebagaimana di jelaska oleh badzawi,
Tuhan pasti menempati janjinya, seperti memberi upah kepada orang yang berbuat
baik, walaupun Tuhan mungkin saja membatalkan ancaman bagi orang yang berbuat
dosa besar adapun pandangan muturidiyah bukhara tentang pengiriman rasul,
sesuai dengan paham mereka tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan,
tidaklah bersifat wajib dan hanya bersifat mungkin saja.
B.
Perbuatan Manusia
Masalah perbuatan
manusia bermula dari pembahasan sederhana yang di lakukan oleh kelompokjabariyah (pengikut
ja’d bin dirham dan jahm bin safwan ) dan kelompok qadariyah (pengikut ma’bad
Al-Juhani dan ghailan ad-dimwyaqi), yang kemudian di lanjutkan dengan
pembahasan yang lebih mendalam oleh aliranMu’tazilah, asy ‘ariyah dan
muturidiyah
Akar masalah pebuatan
manusia adalah keyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta, termasuk
dalamnya manusia sendiri. Tuhan bersifat maha kuasa dan mempunyai kehendak yang
bersifat mutlak, dari sini timbulah pernyataan sampai di manakah manusia
sebagai ciptaan Tuhan bergantung kepada kekuasaan Tuhan dalam menentukan
perjalanan hidupnya?
1.
Aliran jabariyah
Tampaknya ada perbedaan
pandangan antara jabariyah ekstrim dan jabariah moderat dalam masalah perbuatan
manusia. Jabariyah ekstrim berpendapat bahwa segala perbuatan manusia merupakan
perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang di
laksanakan atas dirinya. Minsalnya, kalau seseorang mencuri, perbuatnya mencuri
itu bukanlah terjadi atas kehendak sendiri, tetapi timbul karena qada dan qadar
Tuhan yang menghendaki demkian.5 Bahkan,
jahm bin shafwan, salah seorang tokoh Jabariyah ekstrim, mengatakan bahwa
manusia tidak mampu berbuat apa-apa.
Adapun Jabariyah moderat
mengatakan bahwa Tuhan menciptakan perbuatan peranan di dalamnya. Tenaga yang
di ciptakan di dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya.
Inilah yang di maksud dengan kasab (acquisition). Menurut paham kasab manusia
tidaklah majbur (di paksa oleh Tuhan), tidak seperti wayang yang kehendaki oleh
dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia itu memperoleh
perbuatan yang di ciptakan Tuhan.
2.
Aliran qadariyah
Aliran qadariah
menyatakan bahwa tingkah laku manusia di lakukan atas kehendaknya sendiri.
Manusia mempunya kewenangan untuk melakukan segala perbuatannya atas
kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Karena itu, ia
berhak mendapatkan pahala kebaikan yang di lakukannya dan juga berhak
memperoleh hukuman atas kejahatan yang di perbuatnya. Dalam kaitan ini bila
seseorang di beri ganjaran baik dengan balasan surga kelak di akhirat dan
ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akhirat.
Paham takdir dalam
pandangan Qadariyah bukanlah dalam pengertiah takdir yang umum di pakai oleh
bangsa arab ketika itu, yaitu paham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah
di tentukan terlebih dahulu. Menurut bangsa arab, dalam perbuatan-perbuatanya,
manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah di tentukan semenjak ajal
terhadap dirinya adapun paham Qadariyah, takdir itu adalah ketentuan Allah yang
di ciptakannya untuk alam semesta beserta seluruh isinya, semenjak ajal, yaitu
hukum yang di dalam isitlah Al-Qur’an adalah sunatullah.6
Aliran Qadariyah
berpendapat bahwa tidak adala alasan yang dapat menyadarkan segala perbuatan
manusia pada perbuatan Tuhan. Doktrin-doktrin ini mempunya tempat pijakan dalam
doktrin islam sendiri. Banyak ayat Al-Qur’an yang mendukung pendapat ini,
minsalnya dalam surat Al-Kahfi ayat 29.
3.
Aliran Mu’tazilah7
Aliran Mu’tazilah memandang
manusia mempnyai daya yang besar dan bebas. Oleh karena itu, mu’tazlah menganut
faham Qadariyah atau free will. Menurut al-juba’i dan abd al-jubraa, manusialah
yag menciptakan perbuatan-perbuatannya. Manusia sendirilah yang berbuat baik
dan buruk. KepaTuhan dan ketaatan seseorang kepada Tuhan adalah atas kehendak
dan kemauannya sendiri. Daya (al-sititha’ah) untuk mewujudkan kehhendak
terdapat dalam diri manusia sebelum adanya perbuatan.
Perbuatan manusia
bukanlah di ciptakan Tuhan pada diri manusia, tetapi manusia sendirilah yang
mewujudkan perbuatannya. Lantas bagaimana dengan daya? Mu’tazilah dengan
tegas menyatakan bahwa daya juga beasal dari manusia. Daya yang terdapat pada
diri manusia adalah tempat terciptanya perbuatan. jadi, Tuhan tidak dilibatkan
dalam perbuatan manusia. Aliran Mu’tazilah mengecam keras
faham yang mengatakan bahwa Tuhanlah yang menciptakan perbutan. Bagaimana
mungkin, dalam satu perbuatan akan ada dua daya yang menentukan?
Dengan faham ini,
aliran Mu’tazilah mengaku Tuhan sebagai pencipta awal,
sedangkan manusia berperan sebagai pihak yang berkreasi untuk mengubah
bentuknya.
Meskipun berpendapat
bahwa Allah tidak menciptakan perbuatan manusia dan tidak pula menentukanya,
kalangan Mu’tazilah tidak mengingkari ilmu azalai Allah yang
mengetahui segala apa yang membedakannya dari penganut qadariyah murni.
Yang di maksud dengan
ahsana pada ayat di atas, adalah semua perbuatan Tuhan adalah baik. Dengan
demikian, perbuatan manusia bukanlah perbuatan Tuhan, karena di antara
perbuatan manusia terdapat perbuatan jahat. Dalilil ini di kemukakan untuk
mempertegas bahwa manusia akan mendapat balasanatas perbuatannya. Sekiranya
perbuata manusia adalah perbuata Tuhan, balasan dari Tuhan tidak akan ada
artinya.
Disamping argumentasi
anqilah di atas, aliran Mu’tazilah mengemukakakn argumentasi
rasional berikut ini.
a.
Kalau Allah menciptakan perbuatan manusia, sedangkan menusia
sendiri tidak mempnyai perbuatan, batAllah taklif syar’i. Hal ini karena
syariat adalah ungkapan perintah dan larangan yang merupakan thalab. Tidak
terlepas dari kemampuan, kebebasan, dan pilihan.
b.
hukuman yang muncul dari konsep faham al-wa’d wa al-wa’id (janji
dan ancaman). Hal ini karena perbuatan ini menjaditidak dapat di sandarkan
kepadanya secara mutlak sehingga berkonsekuensi pujian atau celaan.
c.
Kalau manusia tidak mempunyai kebebasan dan pilihan, pengutusan
para nabi tidak ada gunanya sama sekali. Bukankah tujuan pengutusan itu adalah
dakwah dan dakwah harus dibarengi kebebasan pilihan?
Konsekuensi lain dari
faham di atas, Mu’tazilah berpendapat bahwa manusia terlibat
dalam penentuan ajal kerena ajal itu ada dua macam, pertama, adalah al-ajal
ath-thabi’i ajal inilah yang di pandang Mu’tazilahsebagai
kekuasaanmutlakTuhan untuk menentukannya. Adapun jenis yang kedua adalah ajal
yang dibikin manusia itu sendiri, minsalnya membunuh seseorang atau bunuh diri
di tiang gantungan, atau minum racun. Ajal yang ini dapat dipercepat dan
diperlambat.
4.
Aliran asy’ariyah
Dalam faham asy’ari,
manusia ditempatkan pada posisi yang lemah. Ia di ibaratkan anak kecil yang
tidak memiliki pilihan dalam hudipnya. Oleh karena itu, aliran ini lebih dekat
dengan faham jabariyah dari pada dengan faham Mu’tazilah. Untuk
menjelaskan daasar pijakannya, asy’ari, pendiri aliran asy’ariyah, memakai
teori al-kasb (acquistion, perolehan). Teori al-kasb asy’ari dapat dijelaskan
sebagai berikut. Segala sesuatu terjadi dengan perantraan daya yang di
ciptakan, sehingga terjadi perolehan bagi muktasib yang memperoleh kasab untuk
melakukan perbuatan. Sebagai konsekuensi dari teori kasb ini, manusia
kehilangan kaktifan, sehingga mansia bersikap pasif dalam
perbuatan-perbuatannya.
Wa a ta’malun pada ayat
di atas diartikan al-asy’ari dengan apa yang kamu perbuat dan bukan apay ng
kamu buat. Dengan demikian, ayat ini mengndung arti Allah menciptakan kamu dan
perbuatan-perbuatanmu. Dengan katalain, dalam faham asy’ari, yang mewujudkan
kasb atau perbuatan manusia sebenarnya adalah Tuhan sendiri.
Pada prinsipnya, aliran
asy’ariyah perpendapat bahwa perbuatan manusia diciptakan Allah, sedangkan daya
manusia tidak mempnyai efek untuk mewujudkannya. Allah, sedangkan daya manusia
tidak mempunyai efek untuk mewujudkannya. Allah menciptakanperbuatan untuk
manusia dan menciptakan pulah-pada dirimanusia-daya untuk melahirkan perbuatan
tersebut. Jadi, perbuatan di sini adalah ciptan Allah dan merupakan kasb
(perolehan) bagi manusia. Dengan demikian kasb mempunyai pengertian penyertaan
perbuatan dengan deya manusia yang baru. Ini berimplikasi bahwa perbuatan
manusia dibarengi oleh daya kehendaknya, dan bukan atas daya kehendaknya.
5.
Aliran maturidiyah
Ada perbedataan antara
maturidiyahsamarkand dan maruridiyah bukhara mengenai perbuatan manusia.
Kelompok pertama lebih dekat dengan faha Mu’tazilah, sedangkan
kelompok kedua lebih dekat dengan faham asy’ariyah. Kehedak dan daya berbuat
pad diri manusia, menurut maturidiyah samarkand, adalahkehendak dan daya
manusia dalam arrti kata sebenarnya, dan bukan dalam arti kiasan. Perbedaannya
dengan Mu’tazilahadalah bahwa daya untuk berbuat tidak diciptakan
sebelumnya, tetapi bersama-sama dengan perbuatannya. Daya yang demikian
porsinya lebih kecil dari pada daya yang terdapat dalam faham Mu’tazilah.
Oleh karena itu, manusia dalam faham al-marturidi, tidaklah sebebas manusia
dalam Mu’tazilah.
Mutidyah bukhara dalam
banyak hal sependapat dengan maturidiyah samarkand. Hanya saja golongan ini
memberkan tambahan dalam masalah daya. Munurutnya untuk perwujudan perbuatan, perlu
ada dua daya. Manusia tidak mempunyai daya untuk melakukan perbuatan, hanya
Tuhanlah yang dapat melakukan perbuatan yang telah diciptakan tuahn baginya.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
1.
Perbuatan Tuhan
Semua aliran dalam
pemkiran kalam berpandangan bahwa Tuhan melakukan perbuatan. Perbuatan di sini
di pandang sebagai konsekuensi logis dari dzat yang memiliki kemampuan untuk
melakukannya.
Aliran Mu’tazilah sebagai
aliran kalam yang bercorak rasional, pendapat bahwa perbuatan Tuhan hanya
terbatas pada hal-hal yang di katakan baik. Namun, ini tidak berarti bahwa
Tuhan tidak mampu melakukan perbutan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan
buruk karena ia mengetahui keburukan dari perbuatan buruk itu. Di dalam
Al-Qur’an pun jelas dikatakan bahwa Tuhan tidaklah berbuat zalim. Ayat
Al-Qur’an yang di jadikan dalil oleh Mu’tazilah untuk medukung
pendapatnya di atas adalah surat Al-anbiya ayat 23
2.
Perbuatan Manusia
Masalah perbuatan
manusia bermula dari pembahasan sederhana yang di lakukan oleh kelompokjabariyah (pengikut
ja’d bin dirham dan jahm bin safwan ) dan kelompok qadariyah (pengikut ma’bad
Al-Juhani dan ghailan ad-dimwyaqi), yang kemudian di lanjutkan dengan
pembahasan yang lebih mendalam oleh aliranMu’tazilah, asy ‘ariyah dan
muturidiyah
Akar masalah pebuatan manusia
adalah keyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta, termasuk dalamnya
manusia sendiri. Tuhan bersifat maha kuasa dan mempunyai kehendak yang bersifat
mutlak, dari sini timbulah pernyataan sampai di manakah manusia sebagai ciptaan
Tuhan bergantung kepada kekuasaan Tuhan dalam menentukan perjalanan hidupnya?
Tampaknya ada perbedaan
pandangan antara jabariyah ekstrim dan jabariah moderat dalam masalah perbuatan
manusia. Jabariyah ekstrim berpendapat bahwa segala perbuatan manusia merupakan
perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang di
laksanakan atas dirinya. Minsalnya, kalau seseorang mencuri, perbuatnya mencuri
itu bukanlah terjadi atas kehendak sendiri, tetapi timbul karena qada dan qadar
Tuhan yang menghendaki demkian. Bahkan, jahm bin shafwan, salah seorang tokoh
Jabariyah ekstrim, mengatakan bahwa manusia tidak mampu berbuat apa-apa.
Adapun Jabariyah moderat
mengatakan bahwa Tuhan menciptakan perbuatan peranan di dalamnya. Tenaga yang
di ciptakan di dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya.
Inilah yang di maksud dengan kasab (acquisition). Menurut paham kasab manusia
tidaklah majbur (di paksa oleh Tuhan), tidak seperti wayang yang kehendaki oleh
dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia itu memperoleh
perbuatan yang di ciptakan Tuhan.
Saran
Diharapkan kepada para
pembaca dapat memahami makalah ini dan dapat mengembangkan lebih sempurna lagi,
kritik dan saran sangat kami harapkan, untuk memotivasi penulis, agar dalam
penyelesaian makalah ini bisa memperbaiki diri dari kesalahan, atas
partisipasinya kami ucapkan terima kasih.
Analisis/Pendapat Kami
Perbuatan tuhan ialah
setiap kejadian yang berlaku di alam ini dengan kehendak dan iradah tuhan Allah
SWT. Contohnya ialah kejadian siang dan malam, bencana alam, pasang surut
lautan dan lain lain adalah di bawah kekuasaan allah.
perbuatan manusia adalah
bahwa pencipta alam semesta, termasuk dalam nya manusia sendiri. Tuhan bersifat
maha kuasa dan mempunyai kehendak yang bersifat mutlak. Tampak nya ada
perbedaan antara jabriyah ekstrim dan jabariyah moderat. Jabariyah ekstrim
berpendapat bahwa segala perbuatan manusia merupakan perbuatan yang timbul dari
kemauannya sendiri. Sedangkan jabariyah moderat mengatakan bahwa tuhan menciptakan
perbuatan peranan didalam nya. Tenaga yang diciptakan didalam diri manusia
mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatan nya.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution. Teologi Islam: Aliran-Aliran,
Sejarah, Analisan Perbandingan. UI Press: Jakarta. 1986
Abdul Rozak dan Rosihun Anwar, Pustaka Setia
BandungE 2016
Yusuf, M.Yunan. Alam Pikiran Islam.
Perkasa: Jakarta. 1990
Rozak, Abdul. Ilmu Kalam. Pustaka
Setia : Bandung. 2006
Sarjoni, ILMU KALAM “Perbandingan Antar
Aliran : Perbuatan Tuhan dan Perbuatan Manusia”, UI Press:
Jakarta. 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kalo mau lebih banyak silahkan komentar ya guys :)