AKAR KERAGUAN TERHADAP AGAMA
MAKALAH
Diajukan Untuk
Diskusi Mata Kuliah Filsafat Agama
Jurusan
Pemikiran Politik Islam
Oleh
Nama Npm
Fajar
Nurhardianto 1231040004
Trimo Prabowo 1231040005
Dosen Pengampu
Drs, Agustam
Syah
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI RADEN INTAN
LAMPUNG
FAKULTAS USHULUDDIN
JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM
TAHUN AJARAN 2012/2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulilahirobbil
Alamin, segala puju bagi Allah yang telah melimpahkan rahmatnya kepada kami dan
telah mengutus Rasullulah kepada kami, membawa ajaran yang mengangkat kami dari
kegelapan menuju alam yang terang bendeang, yakni dengan adanya agama Islamyang
demikian kami dapat bersyukur dapat menyelesakan tugas makalah Filsafat Agama
ini yang mana didalamnya menjelaskan tentang Akar keraguan terhadap Agama.
Dalam
makalah ini, kami yakin banyak sekali kesalahan dan kekliruan maka dari itu
kami mohon maaf yang tiada batasnya, dan kami sangat mengharap kritik dan saran
dari pembaca demi perbaikan tulisan kami selanjutnya. Akhirnya semoga makalah
ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan penulis.
Bandar
Lampung 26 Maren 2013
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL..................................................................................
KATA
PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR
ISI .............................................................................................. iii
BAB
I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A. Latar
Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan
Masalah............................................................................ 3
C. Tujuan
Penulisan.............................................................................. 4
D. Manfaat
Penulisan............................................................................ 4
E. Metode
Penelitian............................................................................ 4
BAB
II PEMBAHASAN............................................................................ 5
A. Naturalisme...................................................................................... 5
B. Humanisme
dan Eksistensialisme.................................................... 8
C. Problem
Kejahatan........................................................................... 9
D.
Pluralitas Agama.............................................................................. 9
BAB
III PENUTUP.................................................................................... 11
Kesimpulan.................................................................................................. 11
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................. 12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Di zaman
serba modern seperti sekarang ini dimana teknologi berkembang dengan pesatnya,
manusia selalu dituntut untuk selalu berpikir kreatif, mampu memaksimalkan daya
nalarnya serta dapat berpikir kritis. Pengetahuan yang telah diperoleh
merupakan hasil dari berbagai pertanyaan dan pertimbangan yang muncul sebagai
aksi balik dari berbagai problem yang dihadapi.
Agama
sebagai ilmu pengetahuan yang sifatnya sakral dan mistik yang bersumber dari
Tuhan juga tidak pernah lepas dari berondongan pertanyaan para pemeluknya.
Lebih-lebih karena agama itu sifatnya abstrak, sehingga studi dan pengkajian
tentangnya sering dilakukan demi mencapai kematangan dalam
berkeyakinan.
Akibatnya jika tidak bisa menemukan jawaban dari berondongan pertanyaan
tersebut atau meskipun menemukan jawabannya namun tidak sesuai dan dirasakan
adanya pertentangan dengan hatinya, maka akan muncullah apa yang dinamakan doubt
religion atau keraguan beragama.
Untuk
intensitasnya, jenis keraguan seseorang terhadap agama bermacammacam. Ada yang
sifatnya ringan yang dengan cepat dapat diatasi, dan ada pula yang mengalami
keraguan berat sampai kepada pindah agama. Semua itu dipengaruhi oleh tingkat
perkembangannya masing-masing. Semakin cepat perkembangannya maka ia akan
semakin kritis terhadap ajaran agama yang dianutnya. Dan jika sikap kritis itu
tidak ditangani secara tepat dan benar, bukan hal mustahil jika seseorang dapat
berpindah keyakinan. Oleh karena itu penanganan yang serius terhadap
perkembangan seorang remaja terutama mengenai masalah keyakinan perlu
mendapatkan perhatian lebih. Dan itu tidak hanya menjadi tanggungjawab kyai
atau pemuka agama tetapi kita semua yang memiliki pengetahuan agama.
Hal-hal yang
biasanya diragukan atau dikonflikkan yaitu ajaran agama yang diterima, aplikasi
ajaran agama, pemuka agama, dan fungsi serta tugas lembaga keagamaan. Dalam
ajaran agama biasanya terdapat perbedaan pendapat antara golongan satu dengan golongan
lain sehingga hal itu memunculkan adanya aliran-aliran dalam keagamaan seperti
madzhab dalam Islam dan sekte dalam kristen. Aplikasi ajaran kadang membuat
seseorang merasa sangsi dengan keyakinan yang dianutnya. Terkadang antara teori
dengan aplikasi tidak berjalan dengan semestinya. Artinya terdapat adanya
kesenjangan antara teori dengan praktek. Dan untuk para pemuka agama, mereka
harus tahu kedudukan mereka. Sebagai orang yang menjadi teladan, mereka harus
bisa memberikan contoh yang baik dan sesuai dengan ajaran agama. Jika
seandainya saja mereka sampai berbudi pekerti yang tidak sesuai dengan ajaran
agama maka tidak mustahil para penganutnya akan sangsi dan berpaling kepada
agama lain. terakhir adalah fungsi serta tugas lembaga keagamaan. Dalam hal ini
lembaga keagamaan harus berfungsi dan bekerja sesuai dengan tujuan semula
lembaga itu dibentuk. Akan sangat tidak sesuai jika lembaga keagamaan melakukan
sesuatu kegiatan yang bertentangan dengan ajaran agama.
Menurut
Jalaludin, konflik memiliki bentuk bermacam-macam. Pertama konflik antara
percaya dan ragu. Konflik ini sering dialami oleh kebanyakan orang terutama
bagi yang pengetahuan agamanya rendah atau pas-pasan. Orang seperti ini basanya
mudah sekali terpengaruh oleh orang lain karena dirinya tidak mempunyai pedoman
yang kuat serta pendirian yang teguh. Kedua konflik antara pemilihan satu
diantara dua macam keagamaan. Ia menganggap semua agama itu bagus dan baik
sehingga ia mengalami kesulitan dalam memutuskan agama mana yang akan ia anut.
Ketiga konflik yang terjadi oleh pemilihan antara ketaatan beragama atau
sekularisme. Disatu sisi ia percaya dengan kehidupan akhirat dan ingin selamat
dari neraka sedangkan disisi lain ia ingin hidup merdeka dan terbebas dari
peraturan agama yang membatasinya. Keempat konflik yang terjadi antara
melepaskan kebiasaan masa lalu dengan (adat) dengan kehidupan keagamaan yang
didasarkan atas petunjuk Ilahi. Bentuk konflik yang keempat ini biasanya sangat
sulit diselesaikan, apalagi sampai harus melepaskan suatu kebiasaan yang sudah
mendarah daging. Seperti di pulau Jawa misalnya. Masyarakat Jawa sudah dapat
menerima agama Islam, namun mereka tidak bisa meninggalkan adat atau kebiasaan
masa lalunya meskipun hal itu bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Sinkretisme antara Islam dengan kebudayaan Jawa sebenarnya merupakan konflik
yang masih terus dcarikan penyelesaiannya karena tidak dibenarkan disatu sisi
menjalankan syariat Islam namun di sisi lain masih menjalankan hal-hal yang
berbau syirik.
Tanpa
disadari, sinkretisme (tidak hanya dalam Islam) merupakan salah satu faktor
yang menyebabkan keragu-raguan dalam beragama. Percampuran antara dua hal yang
berbeda, seperti agama dengan mistik, meskipun bisa berjalan beriringan namun
kadang lebih sering menimbulkan konflik pada para penganutnya.
Seseorang
kadang merasa ragu untuk menentukan antara unsur agama dengan mistik. Sejalan
dengan perkembangan mesyarakat secara tidak disadari tindak keagamaan yang
mereka praktekkan ditopangi oleh praktek kebatinan dan mistik. Hal ini
disebabkan karena kurangnya keseriusan dalam memahami dan mengamalkan agamanya.
Dan akibatnya yaitu mereka mudah tergiur dalam mengadopsi kepercayaan, ritual,
dan tradisi dari agama lain atau yang akhir-akhir ini bermunculan.
Pendidikan
atau dasar pengetahuan yang dimiliki seseorang serta tingkat pendidikan yang
dimilikinya juga akan membawa pengaruh mengenai sikapnya terhadap terhadap
agama. Seseorang yang terpelajar biasanya akan lebih krits terhadap ajaran
agamanya, terutama yang bersifat dogmatis. Dengan nalarnya, mereka memiliki
kemampuan menafsirkan ajaran agama yang dianutnya secara lebih rasional
B.
Rumusan
Masalah
Dalam
penyusunan makalah ini penulis memberikan batasan-batasan masalah, seperti :
1. Naturalisme
2. Humanisme
dan Eksistensialisme
3. Problem
Kejahatan
4. Pluralitas
Agama
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan
penulisan makalah ini di bagi menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
1.
Tujuan Umum
a.
Mengetahui akar
keraguan terhadap agama
b.
Meneliti dan
mempekajari akar keraguan terhadap agama
c.
Meneliti dan menyelesakan
dari permasalahan yang ada
2.
Tujuan Khusus
Menyelesakan
tugas mata kuliah filsafat agama tentang akar keraguan terhadap agama.
D.
Manfaat
Penulisan
1. Sebagai
bahan belajar bagi mahasiswa
2. Sebagai
wacana awal bagi penyusunan karya tulis selanjutnya
3. Sebagai
literatur untuk lebih memahami akar keraguan terhadap agama
4. Mengetahui
problem kejahatan, pluralitas agama, naturalisme, humanisme dan
eksistensialisme
E.
Metode
Penelitian
Dalam
penulisan karya tulis ini, metode yang digunakan adalah :
1. Studi
pustaka yaitu dengan mencari referensi dari buku-buku yang berkaitan degan
penulisan karya tulis ini.
2. Penjelajahan
internet yaitu dengan mencari beberapa informasi di mesin pencari yang penulis
tidak dapatkan dalam buku.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
NATURALISME
Salah
satu problem yang dihadapi manusia modern, terutama para ilmuan adalah apakah
agama dapat sejalan dengan teori-teori ilmiah? Sebab,ilmu menekankan
pembahasannya pada alam fisik sedangkan agama pada hal yang diluar fisik. Ilmu
menyelidiki natur sedangkan agama membahas supernatur.
Ilmu
tidak dapat tersususn kecuali atas dasar hukum alam yang tetap. Dasar
intelektual ilmu sudah dirintis sejak zaman filsafat yunanai. Filsafat yunanai
mengatakan bahwa alam berjalan menurut hukum-hukum yang tetap dan sistem yang
sama (unifornity of nature). Ilmu disususn atas prinsip tersebut,baik dimasa
yang lalu maupun dimasa sekarang dan akan datang. Suatu teori ilmiah tidak
dapat dicapai kalau keberagaman dan fafkta-fakta yang ada dalm alam tidak
mempunyai hukum atu aturan yang jelas dan tetap.
Ahli
kedokteran perancis, claude Bernard, mengatakan bahwa sarat utama yang
harusdipenuhi oleh ilmuwan yang menyelidiki alam adalah bahwa dia harus
mempunyai pikiran yang merdeka secara mutlak beerdasarkan aas kesangsian
filsafat, tetapi ia harus tidak menjadi orang yang skeptis, ia harus percaya
pada hubungan yang pasti dan erat antara sebab dan akibat baik dalam arti
makhluk hidup maupun benda yang mati.[1]
Pendapat
yang semacam ini sebenarnya sudah pernah dikemukakan oleh ibnu rosyid.
Menurutnya, hubungan sebab dan akibat adalah suatu hubungan yang tetap dan
pasti karena tanpa kepastian hubungan sebab akibat tidak akan ditemukan suatu
teori ilmiah. Selain itu, jika semua benda tidak mempunyai ciri tertentu maka
seseorang akan sulit memberikan definisi terhadap benda itu, seperti api
sifatnya membakar. Kalau sifat membakar tidak ada pada api, maka api sama
dengan benda lain dan semua benda alam menjadi sama, padahal setiap benda
memiliki ciri-ciri khusus.[2]
Kalau
ilmu mempunyai konsep yang pasti tentang alam fisik, agama pum mempunyai
doktri-doktrin yang pasti juga tentang alam metafisik. Mukjizat dan doa adalah
ajaran agama yang tidak bisa dibantah lagi, seperti nabi ibrahim tidak terbakar
oleh api. Menurut hukum alam, api arus membakar, tetapi ternyata dalam kasus
Nabi Ibrahim tidak. Disini, terlihat bahwa dua konsep tersebut bertentangan
satu sama lain. Problemnya kemudian adalah kalau agama yang lebih benar maka
teori ilmu tersingkir, sedangkan kalau teori ilmu lebih benar maka sebaliknya.
Sebagian
ilmuwan menyatakan bahwa hukum positiflah yang didahulukan sbab kenyataan tulah
yang memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Contohnya, seseorang yang
terkena penyakit lumpuh, apa yang harus dilakukannya? Berobat atu berdo’a.
Kalau obat sudah cukup, maka dia tidak perlu berdoa epada Tuhan kalau ada
pendapat yang mengatakan disamping obat juga perlu do’a, tentu pikiran tersebut
tidak mempunya dasar yang jelas.seba, menurut penganut positifisme, seseorang
tidak perlu lagi memakai dua macam obat kalau satu macam obat saja sudah cukup,
do’a tidak diperlukan lagi. Do’a, demikian positifisme, merupakan peninggalan
dari sias-sisa zaman primiti dan do’a akan hilang kalau kecerdasan semakain
tinggi.[3]
Kalau
sebagian ilmuwan, kendati sebagian
ilmuwan, terutama positifis, menolak campur tangan kekuatan supr natural dalam
alam, sebagian alam yang lain masih mengakui bahwa tuhan itu ada dan
menciptakan dunia ini dengan sempurna. Kebanyakan ilmuwan di barat lebih
cenderung pada deisme. Mereka mengakui tuhan yang sempurna dan esa seerta
pencipta, tetapi setelah penciptaan tuhan tidak ikut campur lagi dalam proses
keberlangsungan alam. Tuhan tidak memelihara hasil ciptaan alam, paham ini bisa
dikategorikan dalam aliran degradasi.
Kesulitan
antara dua kutub yang berbeda titik pandang dan ukuran lama ini sudah
dirasakan, baik oleh agamawan maupun ilmuwan. Kalau seseprang percaya pada
campur tnagan tuhan setiap saat (fatalisme) tanpa menghiraukan keteraturan
alam, dia akan terjebak dalam determinisme teologis yang sempit. Sebaliknya
jika yakin akan keuniversalan dan kepastian hukum alam, dia juga terjebak dalam
determinisme naturalis yang sempit. Determnisme naturlis juga dinamakan dengan
sistem tertutup atau meknistik, yaitu alam berproses sesuai dengan mekanisme
yang sudah tetap.
Untuk
memecahkan persoalan ini perlu dicarikan suatu alternatif. Alternatif ketiga
ini adalah jalan tengah antara dua kuub yang yang ekstrim tesebut. Kalau
seseorang percaya hanya pada hkum alam yang pasti, tentu dia tidak menetapkan
hukum alam ribuan tahun yang silam dan ribuan tahun yang akan datang lewat
hukum alam yang ada sekarang. Kebenaran penyataan ini sangat diragukan karena
tidak ada prediksi yang benar-benar tepat dibuat manusia. Contohnya, keadaan cuaca
adalah peristiwa alam yang bisa dijelaskn secara mekanis dapat diuji dan diukur
secara empiris dan berlaku setiap tahun. Namun, hukum cuaca itu tidak bisa
untuk dijadikan ketetapan yang pasti bagi keadaan cuca tahun depan apalgi
puluhan tahun yang akan datang.
Keberatan
yang lain dari konsep ini adalah alam yang begitu luas dan beragam. Yang
diketahui oleh manusia aadalah masih terlalu sedikit dibandingkan yang belum.
Oleh karena itu, sebagian ilmuwan modern berkesimpulan, kebenaran ilmiah tidak
sampai pada tingkat 100%. Tingkat kebenarannya hanya sekitar 90% saja. Mereka
memberikan istilah peluang untuk menggantikan kepastian.Menurut hukum alam,
roti pasti mengenyangkan, tetapi dalam istilah mereka roti berpeluang
mengenyangkan.
Kelihatannya
penyelesaian nyang dikeluarkan ole para ilmuwan modern lebih mendekati jalan
tengah yang diharapkan oleh kaum agamawan. Prinsip ini tidak menolak susunan
alam yang serba teratur dan juga tidak menolakpeluang penyimpangan dari hukum
alam itu dalam hal-hal tertentu. Bagi kalangan agama jalan tengah ini juga
merupakan penyelesaian yang cukup logis karena pernyataan empiris menyatakan
adalah suatu hukum yang harmonis.
Namun,
bahwa dilihat peluang do’a dan mukjizat itu hanya 10%, ada kemungkinan sebagian
penganut agama tidak setuju dengan penyelesaian kaum ilmuwan modern itu.
Penyelesaian tersebut dianggap merendahkan campur tangan Tuhan dan mengagungkan
kemampuan akal manusia. Karena itu, bisa saja timbul penolakan terhadap cara
yang demikian.[4]
Ibnu
Rosyid filosof muslim dari
andalusia, berpendapat bahwa untuk menghilangkan keraguan kaum naturalis dalam
agama, mka pengertian mukjizat perlu diperluas. Selama ini, demikian ibnu
husyid berfokus hanya pada hal-hal super natural, seperti nabi ibrahim tidak
erbakar dan nabi isa mampu menhidupkan orang mati. Padahal, esensi mukjizat
tidak demikian. Mukjizat adalah bukti-bukti kebenaran seorang utusan Alloh.
Untuk membuktikan seorang itu adalah utusan Alloh. Demikian ibnu Rosyid, dia
harus membuktikan sesuai dengan fungsi dibawanya. Bukan pada kemampuan
berjalannya di atas air atau tidk terbakar oleh api, tetapi kandungan risalah
yang dibawanya. Kandungan itu berisi ajaran-ajaran untuk keselamatan umat
manusia didunia dan di akhirat. Nabi Muhammada mukjizatnya adalah Al-Qur’an, sedangkan
Nabi Musa adalah Taurat. Inilah Mukjizat yang cocok dengan kenabian, bukan hal
yang bersifat supranatural, tulis ibn Rusyd.[5]
B.
Humanisme dan Eksistensialisme
Istilah humanisme berasal dari humanitas, yang berarti pendidikan
manusia. Humanisme menegaskan bahwa manusia adalah ukuran segala sesuatu.
Kebesaran manusia harus dihidupkan kembali, yang selama ini terkubu pada abad
pertengahan.[6]
Humanisme pada awalnya tidak anti
agama. Humanisme ingin mengurangi peranan institusi gereja dan kerajaan yang
begitu besar, sehingga manusia sebagai makhluk Tuhan kehilangan kebebasannya.
Puncak perkembangan humanisme adalah
eksistesialisme. Eksistensialisme mengakui bahwa eksistensi mendahului esensi
(hakikat). Sebagaimana Marxisme, eksistensialisme mengutamakan manusia sebagai
individu yang bebas dan menghilangkan peranan Tuhan dalam kehidupannya.
Eksistensialisme mengutamakan kemajuan dan perbaikan. Nietzsche salah seorang
tokoh eksistensialisme dengan lantang mengatakan bahwa Tuhan telah mati dan
terkubur.[7]
C.
Problem Kejahatan
Kejahatan pada prinsipnya dapat
dibagi menjadi dua macam, yaitu kejahatan moral dan kejahatan alam. Kejahatan
moral berasal dari manusia, sedangkan kejahatan alam berasal di luar kemampuan
manusia.[8]
Masalahnya
kemudian adalah Al-Qur’an sendiri menandaskan bahwa Nabi Ibrahim tidak terbakar
oleh api. Dalam hal ini ibn rusyd menjawab “ tidak terbakarnya Nabi Ibrahim
oleh api, bukan sebagai bukti kenabian, tetapi sebagian dari keyakinan yang
ditujukan untuk orang yang awam. Adapun filosof harus meyakini mukjizat yang
lain dari itu, yaitu kandungan risalah para nabi”[9]
D. Pluralitas Agama
Sebagaimana kejahatan, pluralitas agama
merupakan problem yang cukup rumit. Agama di satu sisi, menekankan kebenaran
yang absolut, tetapi di sisi lain jumlah agama itu banyak. Setiap agama mengaku
ajarannyalah yang paling benar. Karena itu, timbul tanda tanya mana agama yang
paling benar dari sekian agama yang ada? Apakah semua agama itu benar, atau
semuanya tidak benar? Kalau ada agama yang paling benar dari sekian agama, maka
bagaimana mengerahui agama yang paling benar tersebut? Pertanyaan semacam ini
sering diajukan, tidak saja dari kaum ateis, tetapi kaum intelektual yang percaya
kepada Tuhan.[10]
Al-Razi, seorang filosof yang
percayakepada Tuhan, menolak agama-agama yang ada karena setiap agama mempropagandakan
kebenarannya sendiri dan para penganut menganggap agama merekalah yang paling
benar. Menururnya, akal mampu mampu mengetahui yang baik dan yang buruk tanpa pertolongan
wahyu dan nabi. Dengan akal, seseorang mampu mengetahui Tuhan. Menurutnya, tidak
ada keistimewaan seseorang untuk mendapat wahyu sebab semua manusia dilahirkan
sama, perbedaan kemu_ dian bukan karena pembawaan, tetapi karena pendidikan dan
kemampuan, Di samping itu, ajaranpara Nabi bertentangan satu sama lainnya. Jika
mereka membawa ajaran atas nama Tuhan yang satu, kenapa terjadi kontradiksi
ini?[11]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Salah satu problem
yang dihadapi manusia modern, terutama para ilmuan adalah apakah agama dapat
sejalan dengan teori-teori ilmiah? Sebab,ilmu menekankan pembahasannya pada
alam fisik sedangkan agama pada hal yang diluar fisik. Ilmu menyelidiki natur
sedangkan agama membahas supernatur.
Istilah
humanisme berasal dari humanitas,
yang berarti pendidikan manusia. Humanisme menegaskan bahwa manusia adalah
ukuran segala sesuatu. Kebesaran manusia harus dihidupkan kembali, yang selama
ini terkubu pada abad pertengahan.
Kejahatan
pada prinsipnya dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu kejahatan moral dan
kejahatan alam. Kejahatan moral berasal dari manusia, sedangkan kejahatan alam
berasal di luar kemampuan manusia
DAFTAR PUSTAKA
Amsal
Bakhtiar, 2009, Filsafat Agama,Wisata Pemikiran dan Kepercayaan
Manusia, Rajawali Pers, Jakarta,
Dalam-Keragaman/
Ibnu Rosyid, 1971, Tahaful-Altahaful. Dar, Al-Ma’arif.Kairo
Jilid Dua.
[1] Amsal Bakhtiar, 2009, Filsafat Agama,Wisata Pemikiran dan
Kepercayaan Manusia, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 137
[2] Ibnu Rosyid, 1971, Tahaful-Altahaful. Dar, Al-Ma’arif.Kairo
Jilid Dua Hal.785
[3] Ibid.
[4] Ibid
[5] Ibid, Hlm.
[6]
Http://Linggadp.Blog.Fisip.Uns.Ac.Id/2012/04/03/Pluralitas-Agama-Kerukunan-Dalam-Keragaman/
[7] Ibid.
[9] Ibid.
[10] Amsal
Bakhtiar, 2009,Op.Cit. hlm. 163
[11] Ibid.
mau izin copas pak, tapi kok gak bisa ya
BalasHapusizin copas
BalasHapustrimakasih
Maaf, kesimpulannya tidak membuat kesimpulan 😂
BalasHapus