Sabtu, 13 Januari 2018

MAKALAH AKAR KERAGUAN TERHADAP AGAMA

AKAR KERAGUAN TERHADAP AGAMA

MAKALAH
Diajukan Untuk Diskusi Mata Kuliah Filsafat Agama
Jurusan Pemikiran Politik Islam

Oleh

Nama                                  Npm
Fajar Nurhardianto             1231040004
Trimo Prabowo                   1231040005


Dosen Pengampu

Drs, Agustam Syah
















INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI RADEN INTAN LAMPUNG
FAKULTAS USHULUDDIN
JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM
TAHUN AJARAN 2012/2013
KATA PENGANTAR


Alhamdulilahirobbil Alamin, segala puju bagi Allah yang telah melimpahkan rahmatnya kepada kami dan telah mengutus Rasullulah kepada kami, membawa ajaran yang mengangkat kami dari kegelapan menuju alam yang terang bendeang, yakni dengan adanya agama Islamyang demikian kami dapat bersyukur dapat menyelesakan tugas makalah Filsafat Agama ini yang mana didalamnya menjelaskan tentang Akar keraguan terhadap Agama.
Dalam makalah ini, kami yakin banyak sekali kesalahan dan kekliruan maka dari itu kami mohon maaf yang tiada batasnya, dan kami sangat mengharap kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan tulisan kami selanjutnya. Akhirnya semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan penulis.


Bandar Lampung  26 Maren 2013


Penulis











DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................
KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A.    Latar Belakang................................................................................. 1
B.     Rumusan Masalah............................................................................ 3
C.     Tujuan Penulisan.............................................................................. 4
D.    Manfaat Penulisan............................................................................ 4
E.     Metode Penelitian............................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 5
A.    Naturalisme...................................................................................... 5
B.     Humanisme dan Eksistensialisme.................................................... 8
C.     Problem Kejahatan........................................................................... 9
D.    Pluralitas Agama.............................................................................. 9
BAB III PENUTUP.................................................................................... 11                     
Kesimpulan.................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 12



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Di zaman serba modern seperti sekarang ini dimana teknologi berkembang dengan pesatnya, manusia selalu dituntut untuk selalu berpikir kreatif, mampu memaksimalkan daya nalarnya serta dapat berpikir kritis. Pengetahuan yang telah diperoleh merupakan hasil dari berbagai pertanyaan dan pertimbangan yang muncul sebagai aksi balik dari berbagai problem yang dihadapi.
Agama sebagai ilmu pengetahuan yang sifatnya sakral dan mistik yang bersumber dari Tuhan juga tidak pernah lepas dari berondongan pertanyaan para pemeluknya. Lebih-lebih karena agama itu sifatnya abstrak, sehingga studi dan pengkajian tentangnya sering dilakukan demi mencapai kematangan dalam
berkeyakinan. Akibatnya jika tidak bisa menemukan jawaban dari berondongan pertanyaan tersebut atau meskipun menemukan jawabannya namun tidak sesuai dan dirasakan adanya pertentangan dengan hatinya, maka akan muncullah apa yang dinamakan doubt religion atau keraguan beragama.
Untuk intensitasnya, jenis keraguan seseorang terhadap agama bermacammacam. Ada yang sifatnya ringan yang dengan cepat dapat diatasi, dan ada pula yang mengalami keraguan berat sampai kepada pindah agama. Semua itu dipengaruhi oleh tingkat perkembangannya masing-masing. Semakin cepat perkembangannya maka ia akan semakin kritis terhadap ajaran agama yang dianutnya. Dan jika sikap kritis itu tidak ditangani secara tepat dan benar, bukan hal mustahil jika seseorang dapat berpindah keyakinan. Oleh karena itu penanganan yang serius terhadap perkembangan seorang remaja terutama mengenai masalah keyakinan perlu mendapatkan perhatian lebih. Dan itu tidak hanya menjadi tanggungjawab kyai atau pemuka agama tetapi kita semua yang memiliki pengetahuan agama.
Hal-hal yang biasanya diragukan atau dikonflikkan yaitu ajaran agama yang diterima, aplikasi ajaran agama, pemuka agama, dan fungsi serta tugas lembaga keagamaan. Dalam ajaran agama biasanya terdapat perbedaan pendapat antara golongan satu dengan golongan lain sehingga hal itu memunculkan adanya aliran-aliran dalam keagamaan seperti madzhab dalam Islam dan sekte dalam kristen. Aplikasi ajaran kadang membuat seseorang merasa sangsi dengan keyakinan yang dianutnya. Terkadang antara teori dengan aplikasi tidak berjalan dengan semestinya. Artinya terdapat adanya kesenjangan antara teori dengan praktek. Dan untuk para pemuka agama, mereka harus tahu kedudukan mereka. Sebagai orang yang menjadi teladan, mereka harus bisa memberikan contoh yang baik dan sesuai dengan ajaran agama. Jika seandainya saja mereka sampai berbudi pekerti yang tidak sesuai dengan ajaran agama maka tidak mustahil para penganutnya akan sangsi dan berpaling kepada agama lain. terakhir adalah fungsi serta tugas lembaga keagamaan. Dalam hal ini lembaga keagamaan harus berfungsi dan bekerja sesuai dengan tujuan semula lembaga itu dibentuk. Akan sangat tidak sesuai jika lembaga keagamaan melakukan sesuatu kegiatan yang bertentangan dengan ajaran agama.
Menurut Jalaludin, konflik memiliki bentuk bermacam-macam. Pertama konflik antara percaya dan ragu. Konflik ini sering dialami oleh kebanyakan orang terutama bagi yang pengetahuan agamanya rendah atau pas-pasan. Orang seperti ini basanya mudah sekali terpengaruh oleh orang lain karena dirinya tidak mempunyai pedoman yang kuat serta pendirian yang teguh. Kedua konflik antara pemilihan satu diantara dua macam keagamaan. Ia menganggap semua agama itu bagus dan baik sehingga ia mengalami kesulitan dalam memutuskan agama mana yang akan ia anut. Ketiga konflik yang terjadi oleh pemilihan antara ketaatan beragama atau sekularisme. Disatu sisi ia percaya dengan kehidupan akhirat dan ingin selamat dari neraka sedangkan disisi lain ia ingin hidup merdeka dan terbebas dari peraturan agama yang membatasinya. Keempat konflik yang terjadi antara melepaskan kebiasaan masa lalu dengan (adat) dengan kehidupan keagamaan yang didasarkan atas petunjuk Ilahi. Bentuk konflik yang keempat ini biasanya sangat sulit diselesaikan, apalagi sampai harus melepaskan suatu kebiasaan yang sudah mendarah daging. Seperti di pulau Jawa misalnya. Masyarakat Jawa sudah dapat menerima agama Islam, namun mereka tidak bisa meninggalkan adat atau kebiasaan masa lalunya meskipun hal itu bertentangan dengan ajaran agama Islam. Sinkretisme antara Islam dengan kebudayaan Jawa sebenarnya merupakan konflik yang masih terus dcarikan penyelesaiannya karena tidak dibenarkan disatu sisi menjalankan syariat Islam namun di sisi lain masih menjalankan hal-hal yang berbau syirik.
Tanpa disadari, sinkretisme (tidak hanya dalam Islam) merupakan salah satu faktor yang menyebabkan keragu-raguan dalam beragama. Percampuran antara dua hal yang berbeda, seperti agama dengan mistik, meskipun bisa berjalan beriringan namun kadang lebih sering menimbulkan konflik pada para penganutnya.
Seseorang kadang merasa ragu untuk menentukan antara unsur agama dengan mistik. Sejalan dengan perkembangan mesyarakat secara tidak disadari tindak keagamaan yang mereka praktekkan ditopangi oleh praktek kebatinan dan mistik. Hal ini disebabkan karena kurangnya keseriusan dalam memahami dan mengamalkan agamanya. Dan akibatnya yaitu mereka mudah tergiur dalam mengadopsi kepercayaan, ritual, dan tradisi dari agama lain atau yang akhir-akhir ini bermunculan.
Pendidikan atau dasar pengetahuan yang dimiliki seseorang serta tingkat pendidikan yang dimilikinya juga akan membawa pengaruh mengenai sikapnya terhadap terhadap agama. Seseorang yang terpelajar biasanya akan lebih krits terhadap ajaran agamanya, terutama yang bersifat dogmatis. Dengan nalarnya, mereka memiliki kemampuan menafsirkan ajaran agama yang dianutnya secara lebih rasional
B.       Rumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini penulis memberikan batasan-batasan masalah, seperti :
1.      Naturalisme
2.      Humanisme dan Eksistensialisme
3.      Problem Kejahatan
4.      Pluralitas Agama

C.      Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini di bagi menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
1.        Tujuan Umum
a.       Mengetahui akar keraguan terhadap agama
b.      Meneliti dan mempekajari akar keraguan terhadap agama
c.       Meneliti dan menyelesakan dari permasalahan yang ada

2.        Tujuan Khusus
Menyelesakan tugas mata kuliah filsafat agama tentang akar keraguan terhadap agama.
D.      Manfaat Penulisan

1.      Sebagai bahan belajar bagi mahasiswa
2.      Sebagai wacana awal bagi penyusunan karya tulis selanjutnya
3.      Sebagai literatur untuk lebih memahami akar keraguan terhadap agama
4.      Mengetahui problem kejahatan, pluralitas agama, naturalisme, humanisme dan eksistensialisme

E.       Metode Penelitian
Dalam penulisan karya tulis ini, metode yang digunakan adalah :
1.      Studi pustaka yaitu dengan mencari referensi dari buku-buku yang berkaitan degan penulisan karya tulis ini.
2.      Penjelajahan internet yaitu dengan mencari beberapa informasi di mesin pencari yang penulis tidak dapatkan dalam buku.

BAB II
PEMBAHASAN

A.      NATURALISME
Salah satu problem yang dihadapi manusia modern, terutama para ilmuan adalah apakah agama dapat sejalan dengan teori-teori ilmiah? Sebab,ilmu menekankan pembahasannya pada alam fisik sedangkan agama pada hal yang diluar fisik. Ilmu menyelidiki natur sedangkan agama membahas supernatur.
Ilmu tidak dapat tersususn kecuali atas dasar hukum alam yang tetap. Dasar intelektual ilmu sudah dirintis sejak zaman filsafat yunanai. Filsafat yunanai mengatakan bahwa alam berjalan menurut hukum-hukum yang tetap dan sistem yang sama (unifornity of nature). Ilmu disususn atas prinsip tersebut,baik dimasa yang lalu maupun dimasa sekarang dan akan datang. Suatu teori ilmiah tidak dapat dicapai kalau keberagaman dan fafkta-fakta yang ada dalm alam tidak mempunyai hukum atu aturan yang jelas dan tetap.
Ahli kedokteran perancis, claude Bernard, mengatakan bahwa sarat utama yang harusdipenuhi oleh ilmuwan yang menyelidiki alam adalah bahwa dia harus mempunyai pikiran yang merdeka secara mutlak beerdasarkan aas kesangsian filsafat, tetapi ia harus tidak menjadi orang yang skeptis, ia harus percaya pada hubungan yang pasti dan erat antara sebab dan akibat baik dalam arti makhluk hidup maupun benda yang mati.[1]
Pendapat yang semacam ini sebenarnya sudah pernah dikemukakan oleh ibnu rosyid. Menurutnya, hubungan sebab dan akibat adalah suatu hubungan yang tetap dan pasti karena tanpa kepastian hubungan sebab akibat tidak akan ditemukan suatu teori ilmiah. Selain itu, jika semua benda tidak mempunyai ciri tertentu maka seseorang akan sulit memberikan definisi terhadap benda itu, seperti api sifatnya membakar. Kalau sifat membakar tidak ada pada api, maka api sama dengan benda lain dan semua benda alam menjadi sama, padahal setiap benda memiliki ciri-ciri khusus.[2]
Kalau ilmu mempunyai konsep yang pasti tentang alam fisik, agama pum mempunyai doktri-doktrin yang pasti juga tentang alam metafisik. Mukjizat dan doa adalah ajaran agama yang tidak bisa dibantah lagi, seperti nabi ibrahim tidak terbakar oleh api. Menurut hukum alam, api arus membakar, tetapi ternyata dalam kasus Nabi Ibrahim tidak. Disini, terlihat bahwa dua konsep tersebut bertentangan satu sama lain. Problemnya kemudian adalah kalau agama yang lebih benar maka teori ilmu tersingkir, sedangkan kalau teori ilmu lebih benar maka sebaliknya.
Sebagian ilmuwan menyatakan bahwa hukum positiflah yang didahulukan sbab kenyataan tulah yang memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Contohnya, seseorang yang terkena penyakit lumpuh, apa yang harus dilakukannya? Berobat atu berdo’a. Kalau obat sudah cukup, maka dia tidak perlu berdoa epada Tuhan kalau ada pendapat yang mengatakan disamping obat juga perlu do’a, tentu pikiran tersebut tidak mempunya dasar yang jelas.seba, menurut penganut positifisme, seseorang tidak perlu lagi memakai dua macam obat kalau satu macam obat saja sudah cukup, do’a tidak diperlukan lagi. Do’a, demikian positifisme, merupakan peninggalan dari sias-sisa zaman primiti dan do’a akan hilang kalau kecerdasan semakain tinggi.[3]
Kalau sebagian ilmuwan, kendati sebagian ilmuwan, terutama positifis, menolak campur tangan kekuatan supr natural dalam alam, sebagian alam yang lain masih mengakui bahwa tuhan itu ada dan menciptakan dunia ini dengan sempurna. Kebanyakan ilmuwan di barat lebih cenderung pada deisme. Mereka mengakui tuhan yang sempurna dan esa seerta pencipta, tetapi setelah penciptaan tuhan tidak ikut campur lagi dalam proses keberlangsungan alam. Tuhan tidak memelihara hasil ciptaan alam, paham ini bisa dikategorikan dalam aliran degradasi.
Kesulitan antara dua kutub yang berbeda titik pandang dan ukuran lama ini sudah dirasakan, baik oleh agamawan maupun ilmuwan. Kalau seseprang percaya pada campur tnagan tuhan setiap saat (fatalisme) tanpa menghiraukan keteraturan alam, dia akan terjebak dalam determinisme teologis yang sempit. Sebaliknya jika yakin akan keuniversalan dan kepastian hukum alam, dia juga terjebak dalam determinisme naturalis yang sempit. Determnisme naturlis juga dinamakan dengan sistem tertutup atau meknistik, yaitu alam berproses sesuai dengan mekanisme yang sudah tetap.
Untuk memecahkan persoalan ini perlu dicarikan suatu alternatif. Alternatif ketiga ini adalah jalan tengah antara dua kuub yang yang ekstrim tesebut. Kalau seseorang percaya hanya pada hkum alam yang pasti, tentu dia tidak menetapkan hukum alam ribuan tahun yang silam dan ribuan tahun yang akan datang lewat hukum alam yang ada sekarang. Kebenaran penyataan ini sangat diragukan karena tidak ada prediksi yang benar-benar tepat dibuat manusia. Contohnya, keadaan cuaca adalah peristiwa alam yang bisa dijelaskn secara mekanis dapat diuji dan diukur secara empiris dan berlaku setiap tahun. Namun, hukum cuaca itu tidak bisa untuk dijadikan ketetapan yang pasti bagi keadaan cuca tahun depan apalgi puluhan tahun yang akan datang.
Keberatan yang lain dari konsep ini adalah alam yang begitu luas dan beragam. Yang diketahui oleh manusia aadalah masih terlalu sedikit dibandingkan yang belum. Oleh karena itu, sebagian ilmuwan modern berkesimpulan, kebenaran ilmiah tidak sampai pada tingkat 100%. Tingkat kebenarannya hanya sekitar 90% saja. Mereka memberikan istilah peluang untuk menggantikan kepastian.Menurut hukum alam, roti pasti mengenyangkan, tetapi dalam istilah mereka roti berpeluang mengenyangkan.
Kelihatannya penyelesaian nyang dikeluarkan ole para ilmuwan modern lebih mendekati jalan tengah yang diharapkan oleh kaum agamawan. Prinsip ini tidak menolak susunan alam yang serba teratur dan juga tidak menolakpeluang penyimpangan dari hukum alam itu dalam hal-hal tertentu. Bagi kalangan agama jalan tengah ini juga merupakan penyelesaian yang cukup logis karena pernyataan empiris menyatakan adalah suatu hukum yang harmonis.
Namun, bahwa dilihat peluang do’a dan mukjizat itu hanya 10%, ada kemungkinan sebagian penganut agama tidak setuju dengan penyelesaian kaum ilmuwan modern itu. Penyelesaian tersebut dianggap merendahkan campur tangan Tuhan dan mengagungkan kemampuan akal manusia. Karena itu, bisa saja timbul penolakan terhadap cara yang demikian.[4]
Ibnu Rosyid filosof muslim dari andalusia, berpendapat bahwa untuk menghilangkan keraguan kaum naturalis dalam agama, mka pengertian mukjizat perlu diperluas. Selama ini, demikian ibnu husyid berfokus hanya pada hal-hal super natural, seperti nabi ibrahim tidak erbakar dan nabi isa mampu menhidupkan orang mati. Padahal, esensi mukjizat tidak demikian. Mukjizat adalah bukti-bukti kebenaran seorang utusan Alloh. Untuk membuktikan seorang itu adalah utusan Alloh. Demikian ibnu Rosyid, dia harus membuktikan sesuai dengan fungsi dibawanya. Bukan pada kemampuan berjalannya di atas air atau tidk terbakar oleh api, tetapi kandungan risalah yang dibawanya. Kandungan itu berisi ajaran-ajaran untuk keselamatan umat manusia didunia dan di akhirat. Nabi Muhammada mukjizatnya adalah Al-Qur’an, sedangkan Nabi Musa adalah Taurat. Inilah Mukjizat yang cocok dengan kenabian, bukan hal yang bersifat supranatural, tulis ibn Rusyd.[5]
B.       Humanisme dan Eksistensialisme
Istilah humanisme berasal dari humanitas, yang berarti pendidikan manusia. Humanisme menegaskan bahwa manusia adalah ukuran segala sesuatu. Kebesaran manusia harus dihidupkan kembali, yang selama ini terkubu pada abad pertengahan.[6]
Humanisme pada awalnya tidak anti agama. Humanisme ingin mengurangi peranan institusi gereja dan kerajaan yang begitu besar, sehingga manusia sebagai makhluk Tuhan kehilangan kebebasannya.
Puncak perkembangan humanisme adalah eksistesialisme. Eksistensialisme mengakui bahwa eksistensi mendahului esensi (hakikat). Sebagaimana Marxisme, eksistensialisme mengutamakan manusia sebagai individu yang bebas dan menghilangkan peranan Tuhan dalam kehidupannya. Eksistensialisme mengutamakan kemajuan dan perbaikan. Nietzsche salah seorang tokoh eksistensialisme dengan lantang mengatakan bahwa Tuhan telah mati dan terkubur.[7]
C.      Problem Kejahatan
Kejahatan pada prinsipnya dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu kejahatan moral dan kejahatan alam. Kejahatan moral berasal dari manusia, sedangkan kejahatan alam berasal di luar kemampuan manusia.[8]
Masalahnya kemudian adalah Al-Qur’an sendiri menandaskan bahwa Nabi Ibrahim tidak terbakar oleh api. Dalam hal ini ibn rusyd menjawab “ tidak terbakarnya Nabi Ibrahim oleh api, bukan sebagai bukti kenabian, tetapi sebagian dari keyakinan yang ditujukan untuk orang yang awam. Adapun filosof harus meyakini mukjizat yang lain dari itu, yaitu kandungan risalah para nabi”[9]
D. Pluralitas Agama
Sebagaimana kejahatan, pluralitas agama merupakan problem yang cukup rumit. Agama di satu sisi, menekankan kebenaran yang absolut, tetapi di sisi lain jumlah agama itu banyak. Setiap agama mengaku ajarannyalah yang paling benar. Karena itu, timbul tanda tanya mana agama yang paling benar dari sekian agama yang ada? Apakah semua agama itu benar, atau semuanya tidak benar? Kalau ada agama yang paling benar dari sekian agama, maka bagaimana mengerahui agama yang paling benar tersebut? Pertanyaan semacam ini sering diajukan, tidak saja dari kaum ateis, tetapi kaum intelektual yang percaya kepada Tuhan.[10]
Al-Razi, seorang filosof yang percayakepada Tuhan, menolak agama-agama yang ada karena setiap agama mempropagandakan kebenarannya sendiri dan para penganut menganggap agama merekalah yang paling benar. Menururnya, akal mampu mampu mengetahui yang baik dan yang buruk tanpa pertolongan wahyu dan nabi. Dengan akal, seseorang mampu mengetahui Tuhan. Menurutnya, tidak ada keistimewaan seseorang untuk mendapat wahyu sebab semua manusia dilahirkan sama, perbedaan kemu_ dian bukan karena pembawaan, tetapi karena pendidikan dan kemampuan, Di samping itu, ajaranpara Nabi bertentangan satu sama lainnya. Jika mereka membawa ajaran atas nama Tuhan yang satu, kenapa terjadi kontradiksi ini?[11]




















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Salah satu problem yang dihadapi manusia modern, terutama para ilmuan adalah apakah agama dapat sejalan dengan teori-teori ilmiah? Sebab,ilmu menekankan pembahasannya pada alam fisik sedangkan agama pada hal yang diluar fisik. Ilmu menyelidiki natur sedangkan agama membahas supernatur.
Istilah humanisme berasal dari humanitas, yang berarti pendidikan manusia. Humanisme menegaskan bahwa manusia adalah ukuran segala sesuatu. Kebesaran manusia harus dihidupkan kembali, yang selama ini terkubu pada abad pertengahan.
Kejahatan pada prinsipnya dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu kejahatan moral dan kejahatan alam. Kejahatan moral berasal dari manusia, sedangkan kejahatan alam berasal di luar kemampuan manusia











DAFTAR PUSTAKA
Amsal Bakhtiar, 2009, Filsafat Agama,Wisata Pemikiran dan Kepercayaan
            Manusia, Rajawali Pers, Jakarta,

            Dalam-Keragaman/

Ibnu Rosyid, 1971, Tahaful-Altahaful. Dar, Al-Ma’arif.Kairo Jilid Dua.







[1] Amsal Bakhtiar, 2009, Filsafat Agama,Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 137
[2] Ibnu Rosyid, 1971, Tahaful-Altahaful. Dar, Al-Ma’arif.Kairo Jilid Dua Hal.785
[3] Ibid.
[4] Ibid
[5] Ibid, Hlm.
[6] Http://Linggadp.Blog.Fisip.Uns.Ac.Id/2012/04/03/Pluralitas-Agama-Kerukunan-Dalam-Keragaman/
[7] Ibid.
[9] Ibid.
[10] Amsal Bakhtiar, 2009,Op.Cit. hlm. 163
[11] Ibid.

3 komentar:

Kalo mau lebih banyak silahkan komentar ya guys :)