Puji dan syukur
yang tak terhingga penyusun panjatkan kehadirat Illahi Rabbi, atas berkah,
rahmat, karunia dan hidayah-Nya akhirnya penyusun dapat menyelesaikan makalah
ini.
Adapun tujuan disusunnya makalah ini ialah sebagai salah satu
materi tugas kegiatan yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa/mahasiswi dalam
melaksanakan studi di tingkat perkuliahan semester II. Adapun judul yang
penyusun buat didalam makalah ini adalah mengenai “ Islam Sebagai
Produk Budaya “.
Dalam proses
penyusunan makalah ini, penyusun banyak mendapatkan bantuan, dukungan, serta
do’a dari berbagai pihak, oleh karena itu izinkanlah didalam kesempatan ini
kami menghaturkan terima kasih dengan penuh rasa hormat serta dengan segala
ketulusan hati kepada : Bp. DR. H. Firdos Mujahidin, M.Ag. serta rekan-rekan
mahasiswa STAI YAKASI Bandung, hingga selesainya makalah ini.
Sangatlah disadari
bahwa makalah ini masih banyak kekurangan didalam penyusunannya dan jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penyusun mengharapkan masukan baik saran maupun kritik
yang kiranya dapat membangun dari para pembaca. Akhir kata semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat khususnya bagi kita semua.
Bandung, 15 Februari 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Contents
KATA PENGANTAR.. i
DAFTAR ISI. ii
BAB I
PENDAHULUAN.. 1
A.
LATAR BELAKANG MASALAH.. 1
B.
RUMUSAN MASALAH.. 1
C.
TUJUAN MASALAH.. 2
BAB II
PEMBAHASAN ISLAM SEBAGAI PRODUK BUDAYA.. 3
2.1….. KEBUDAYAAN (PENGERTIAN,
UNSUR DAN FUNGSI). 3
A.
PENGERTIAN.. 3
B.
UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN.. 4
C.
FUNGSI. 6
2.2….. KELAHIRAN
ISLAM DAN SENTUHAN BUDAYA ARAB-PRA ISLAM… 7
2.3….. ISLAM
ANTARA GEJALA SOSIAL DAN BUDAYA.. 16
A.
AGAMA SEBAGAI GEJALA BUDAYA.. 16
B.
AGAMA SEBAGAI GEJALA SOSIAL.. 19
2.4…..
PENDEKATAN POKOK DALAM STUDI BUDAYA.. 21
BAB III
PENUTUP. 24
A.
KESIMPULAN.. 24
B.
SARAN.. 25
DAFTAR PUSTAKA.. 26
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Agama merupakan kenyataan
yang dapat dihayati. Sebagai kenyataan, berbagai aspek perwujudan agama
bermacam-macam, tergantung pada aspek yang dijadikan sasaran studi dan tujuan
yang hendak dicapai oleh orang yang melakukan studi.
Kebudayaan merupakan
keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukim, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan
lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Cara-cara pendekatan
dalam mempelajari agama dapat dibagi ke dalam dua golongan besar, yaitu model
studi ilmu-ilmu sosial dan model studi budaya. Untuk yang pertama telah dibahas
didalam sub bab yang lalu, sedagkan yang kedua akan menjadi pembahasan saat
ini.
Tujuan mempelajari
agama Islam juga dapat dikategorikan ke dalam dua macam, yang pertama, untuk
mengetahui, memahami, menghayati dan mengamalkan. Kedua, untuk obyek
penelitian. Artinya, kalau yang pertama berlaku khusus bagi umat Islam saja,
baik yang masih awam, atau yang sudah sarjana. Akan tetapi yang kedua berlaku
umum bagi siapa saja, termasuk sarjana-sarjana bukan Islam, yaitu memahami.
Akan tetapi realitasnya ada yang sekedar sebagai obyek penelitian saja.
Untuk itu, penyusun
menyajikan mengenai Islam sebagai Produk Budaya, agar kita semua tahu mengenai
permasalahan tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa sebenarnya
pengertian Islam sebagai Produk Budaya ?
2. Apa saja
Unsur-unsur kebudayaan itu ?
3. Apa fungsi
kebudayaan dalam islam ?
4. Bagaimana kelahiran
Islam dan sentuhan Budaya Arab Pra-Islam ?
5. Bagaimana Islam
antara gejala Sosial dan Budaya itu ?
6. Bagaimana
pendekatan pokok dalam studi budaya Islam ?
C. TUJUAN MASALAH
Adapun tujuan
pembuatan makalah ini adalah untuk mengerti dan mengetahui mengenai :
1. Pengertian Kebudayaan.dalam Islam
2. Unsur dan fungsi
kebudayaan Islam
3. Kelahiran Islam Dan
sentuhan Budaya Arab Pra-Islam
4. Gejala Sosial Dan
Budala dalam Islam
5. Pendekatan pokok
dalam studi Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
ISLAM SEBAGAI PRODUK BUDAYA
PEMBAHASAN
ISLAM SEBAGAI PRODUK BUDAYA
1. 1.
2. 2.
A. PENGERTIAN
Menurut S. Takdir
Alisyahbana (1986 : 207-8):
1. Kebudayaan adalah
suatu keseluruhan yang kompleks yang terjadi dari unsur-unsur yang berbeda-
beda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat dan
segala kecakapan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat
2. Kebudayaan adalah
warisan sosial atau tradisi
3. Kebudayaan adalah
cara, aturan dan jalan hidup manusia.
4. Kebudayaan adalah
penyesuaian manusia terhadap alam sekitarnya dan cara-cara menyelesaikan
persoalan.
5. Kebudayaan adalah
hasil perbuatan atau kecerdasan manusia.
6. Kebudayaan adalah
hasil pergaulan atau perkumpulan manusia.
Parsudi Suparlan (A.W
Widjaya (ed) 1986 : 65-6 menjelaskan bahwa kebudayaan adalah serangkaian
aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, resep-resep, rencana-rencana, dan
strategi-strategi yang terdiri atas serangkaian model-model kognitif yang
dimiliki manusia, dan yang digunakannya secara selektif dalam menghadapi
lingkungannya sebagaimana terwujud dalam tingkah laku dan tindakan-tindakannya.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan
politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.
Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri
manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara
genetis.
Menurut Selo
Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa,
dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi
tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang
akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan
itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang
diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan
benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan
hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya
ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat
B. UNSUR-UNSUR
KEBUDAYAAN
Menurut Drs. Atang
Abd. Hakim, MA. dan DR. Jaih Mubarok (2012: 31): Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat
terdiri atas unsur-unsur besar dan unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari
satu keutuhan yang tidak dapat dipisahkan, unsur-unsur kebudayaan dalam
pandangan Malinowski adalah sebagai berikut :
1. Sistem norma yang
memungkinkan terjadinya kerjasama antara para anggota masyarakat dalam upaya
menguasai alam sekelilingnya.
2. Organisasi ekonomi.
3. Alat-alat dan
lembaga atau petugas pendidikan (keluarga merupakan lembaga pendidikan yang
utama).
4. Organisasi kekuatan
(Soerjono Soekanto, 1993: 192)
Koentjaraningrat
(1985) menyebutkan ada tujuh unsur-unsur kebudayaan. Ia menyebutnya sebagai isi
pokok kebudayaan. Ketujuh unsur kebudayaan universal tersebut adalah :
a)
Kesenian
b)
Sistem teknologi dan peralatan
c)
Sistem organisasi masyarakat
d)
Bahasa
e)
Sistem mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi
f)
Sistem pengetahuan
g)
Sistem religi
Pada jaman modern
seperti ini budaya asli negara kita memang sudah mulai memudar, faktor dari
budaya luar memang sangat mempengaruhi pertumbuhan kehidupan di negara kita
ini. Contohnya saja anak muda jaman sekarang, mereka sangat antusias dan up to
date untuk mengetahui juga mengikuti perkembangan kehidupan budaya luar negeri.
Sebenarnya bukan hanya orang-orang tua saja yang harus mengenalkan dan
melestarikan kebudayaan asli negara kita tetapi juga para anak muda harus
senang dan mencintai kebudayaan asli negara sendiri. Banyak faktor juga yang
menjelaskan soal 7 unsur budaya universal yaitu :
a) Kesenian
Setelah memenuhi
kebutuhan fisik manusia juga memerlukan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan
psikis mereka sehingga lahirlah kesenian yang dapat memuaskan.
b) Sistem teknologi dan peralatan
Sistem yang timbul
karena manusia mampu menciptakan barang – barang dan sesuatu yang baru agar
dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membedakan manusia dengam makhluk hidup yang
lain.
c) Sistem organisasi
masyarakat
Sistem yang muncul
karena kesadaran manusia bahwa meskipun diciptakan sebagai makhluk yang paling
sempurna namun tetap memiliki kelemahan dan kelebihan masing – masing antar
individu sehingga timbul rasa utuk berorganisasi dan bersatu.
d) Bahasa
Sesuatu yang berawal
dari hanya sebuah kode, tulisan hingga berubah sebagai lisan untuk mempermudah
komunikasi antar sesama manusia. Bahkan sudah ada bahasa yang dijadikan bahasa
universal seperti bahasa Inggris.
e) Sistem mata pencaharian
hidup dan sistem ekonomi
Sistem yang timbul
karena manusia mampu menciptakan barang – barang dan sesuatu yang baru agar
dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membedakan manusia dengam makhluk hidup yang
lain.
f) Sistem pengetahuan
Sistem yang terlahir
karena setiap manusia memiliki akal dan pikiran yang berbeda sehingga
memunculkan dan mendapatkan sesuatu yang berbeda pula, sehingga perlu
disampaikan agar yang lain juga mengerti.
g) Sistem religi
Kepercayaan manusia
terhadap adanya Sang Maha Pencipta yang muncul karena kesadaran bahwa ada zat
yang lebih dan Maha Kuasa
Didalam kebudayaan
terdapat pola – pola perilaku yang merupakan cara – cara manusia untuk
bertindak sama dan harus diikuti oleh semua anggota masyarakat, artinya
kebudayaan merupakan suatu garis pokok tentang perilaku yang menetapkan
peraturan – peraturan mengenai bagaimana masyarakat harus bertindak, bagaimana
masyarakat melakukkan hubungan dengan orang lain atau bersosialisasi, apa yang
harus dilakukan, apa yang dilarang dan sebagainya.
Hasil karya manusia
akan melahirkan suatu kebudayaan atau teknologi yang nantinya akan berguna
untuk melindungi ataupun membantu masyarakat untuk mengolah alam yang bisa
bermanfaat bagi masyarakat itu sendiri.
Batas : Budaya berperan sebagai penentu
batas-batas; artinya, budaya menciptakan, Batas perbedaan atau yang membuat
unik suatu organisasi dan membedakannya dengan organisasi lainnya
Identitas : Budaya memuat rasa identitas suatu
organisasi.
Komitmen : Budaya memfasilitasi lahirnya
komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar daripada kepentingan individu.
Stabilitas : Budaya meningkatkan stabilitas
sistem sosial karena budaya adalah perekat sosial yang membantu
menyatukan organisasi dengan cara menyediakan standar mengenai apa yang
sebaiknya dikatakan dan dilakukan.
Pembentuk sikap dan
prilaku : Budaya
bertindak sebagai mekanisme, alasan yang masuk akal (sense-making) serta
kendali yang menuntun dan membentuk sikap dan perilaku
2.2.
KELAHIRAN ISLAM DAN SENTUHAN BUDAYA ARAB-PRA ISLAM
Bangsa arab-pra islam dikenal sebagai bangsa yang sudah
memiliki kemajuan ekonomi. Letak geografisnya yang strategis membuat islam yang
diturunkan di Arab mudah tersebar keberbagai wilayah, di samping didorong
cepatnya laju perluasan wilayah yang dilakukan oleh umat muslim. Pada masa pra
Islam di Makah sudah terdapat jabatan-jabatan penting yang dipegang oleh
Qushayy bin Qilab pada pertengahan abad V M. dalam rangka memelihara kabah.
Dari segi akidah bangsa Arab Pra Islam percaya pada Allah sebagai pencipta.
Sumber kepercayaan tersebut adalah risalah samawiyah yang dikembangkan dan
disebarkan dijazirah Arab , terutama risalah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.
Kemudian bangsa Arab Pra Islam melakukan transformasi dari sudut islam yang
dibawa Muhammad disebut penyimpangan agama sehingga mereka menjadikan berhala,
pepohonan, binatang, dan jin sebagai penyerta Allah sebagaimana firman Alloh
dalam Q.S Al-An’am : 100 :
(#qè=yèy_ur
¬! uä!%x.uà° £`Ågø:$# öNßgs)n=yzur ( (#qè%tyzur ¼çms9 tûüÏZt/ ¤M»oYt/ur
ÎötóÎ/ 5Où=Ïæ 4 ¼çmoY»ysö7ß 4n?»yès?ur $£Jtã cqàÿÅÁt
Artinya : Dan
mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, Padahal
Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka membohong (dengan
mengatakan): “Bahwasannya Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan”, tanpa
(berdasar) ilmu pengetahuan. Maha suci Allah dan Maha Tinggi dari sifat-sifat
yang mereka berikan.
Demi kepentingan
ibadah, bangsa Arab Pra Islam membuat 360 buah berhala disekitar kabah karena
setiap kabilah memiliki berhala (Mushthafa Said al-Khinn, 1984:15-6). Mereka
pada umumnya tidak percaya pada hari kiamat dan tidak pula percaya pada
kebangkitan setelah kematian.
Di lihat dari sumber
hukum yang digunakan bangsa Arab Pra Islam bersumber pada adat istiadat. Dalam
bidang muamallah diantara kebiasaan mereka adalah dibolehkannya transaksi
mubadallah (barter), jual beli, kerja sama pertanian dan riba disamping itu
dikalangan mereka juga terdapat jual beli yang bersifat spekulatif seperti
bai’al-munabadzah. Di antara ketentuan hukum keluarga Arab Pra Islam adalh
dibolehkannya berpoligami dengan perempuan dengan jumlah tidak terbatas serta
anak kecil dan perempuan tidak dapat menerima harta pusaka atau harta
peninggalan.
Ciri-ciri utama
tatanan Arab pra-Islam adalah sebagai berikut :
l Mereka
menganut paham kesatuan
l Memiliki tata
sosial politik yang tertutup dengan partisipasi warga yang tebatas
l Mengenal
hierarki sosial yang kuat
l Kedudukan
perempuan cenderung direndahkan
Mengkaji tentang Islam
akan lebih sempurna bila kita mengkaji Arab pra-Islam terlebih dahulu, karena Islam lahir di
tengah-tengah masyarakat Arab yang sudah mempunyai adat istiadat yang
diwariskan dari generasi ke generasi. Apalagi ia muncul di kota terpenting bagi
mereka yang menjadi jalur penting bagi lalu lintas perdagangan mereka kala itu,
dan dibawa oleh Muhammad (570-632 M) yang merupakan salah satu keturunan suku
terhormat dan memiliki kedudukan terpandang di antara mereka secara
turun-temurun dalam beberapa generasi, Quraysh. Quraysh adalah suku penguasa di
atas suku-suku lainnya di Mekah, sebuah kota yang di dalamnya terdapat bangunan
suci tua yang memiliki daya tarik yang melebihi tempat-tempat pemujaan lainnya
di daerah Arab.
Sebagian penulis
sejarah Islam biasanya membahas Arab Pra-Islam sebelum menulis sejarah Islam
pada masa Muhammad (570-632 M) dan sesudahnya. Mereka menggambarkan runtutan
sejarah yang saling terkait satu sama lain yang dapat memberikan informasi lebih
komprehensif tentang Arab dan Islam tentang geografi, sosial, budaya, agama,
ekonomi, dan politik Arab pra-Islam dan relasi serta pengaruhnya terhadap watak
orang Arab dan doktrin Islam. Kajian semacam ini memerlukan waktu dan referensi
yang tidak sedikit, bahkan hasilnya bisa menjadi sebuah buku tersendiri yang
berjilid-jilid seperti al-Mufaṣṣal fī Tārīkh al-‘Arab qabla al-Islām karya
Jawād ‘Alī. Oleh karena itu, kita hanya akan mencukupkan diri pada pembahasan
data-data sejarah yang lebih familiar dan gampang diakses mengenai hal itu.
Untuk melacak
asal-usul orang Arab, mereka merunut jauh ke belakang yaitu pada sosok
Ibrahim dan keturunannya yang merupakan keturunan Sam bin Nuh, nenek moyang
orang Arab. Secara geneaologis, para sejarahwan membagi orang Arab menjadi Arab
Baydah dan Arab Bāqiyah. Arab Baydah adalah orang Arab yang kini tidak ada lagi
dan musnah. Di antaranya adalah ‘Ad, Thamud, Ṭasm, Jadis, Aṣhab al-Ras, dan
Madyan. Arab Bāqiyah adalah orang Arab yang hingga saat ini masih ada. Mereka adalah
Bani Qaḥṭān dan Bani ‘Adnān. Bani Qaḥṭān adalah orang-orang Arab ‘Áribah (orang
Arab asli) dan tempat mereka di Jazirah Arab. Di antara mereka adalah raja-raja
Yaman, Munadharah, Ghassan, dan raja-raja Kindah. Di antara mereka juga ada
Azad yang darinya muncul Aus dan Khazraj. Sedangkan Bani ‘Adnān, mereka adalah
orang-orang Arab Musta’ribah, yakni orang-orang Arab yang mengambil bahasa Arab
sebagai bahasa mereka. Mereka adalah orang-orang Arab bagian utara. Sedangkan
tempat asli mereka adalah Mekah. Mereka adalah anak keturunan Nabi Isma’il bin
Ibrahim. Salah satu anak Nabi Isma’il yang paling menonjol adalah ‘Adnān.
Muhammad adalah keturunan ‘Adnān. Dengan demikian beliau adalah keturunan
Isma’il. Menurut Ibnu Hishām (w. 218 H), semua orang Arab adalah keturunan
Isma’il dan Qaḥṭān. Tetapi menurut sebagian orang Yaman, Qaḥṭān adalah
keturunan Isma’il dan Isma’il adalah bapak semua orang Arab.
Secara geografis,
Jazirah Arab dibagi menjadi dua bagian. Pertama, jantung Arab. Ia adalah
wilayah yang berada di pedalaman. Tempat paling utama adalah Najd. Kedua,
sekitar Jazirah. Penduduknya adalah orang-orang kota. Wilayah yang paling
penting adalah Yaman di bagian selatan, Ghassan di sebelah utara, Ihsa` dan
Bahrain di sebelah timur, dan Hijaz di sebelah Barat. Dari sini kita bisa
menyimpulkan bahwa sebenarnya apa yang dimaksud dengan Arab di sini bukanlah
daerah di mana penduduknya berbahasa Arab seperti Mesir, Sudan, Maroko, dan
lain-lain tetapi hanya mencakup dua bagian daerah di atas. Sebelum Islam, Jazirah
Arab dikelilingi oleh dua kekuatan besar dan berpengaruh yang selalu terlibat
peperangan dan berebut pengaruh ke daerah sekitarnya, yaitu imperium Bizantium
pewaris Rumawi sebagai representasi agama Nasrani dan kekaisaran Persia sebagai
representasi agama Majusi.
Aspek Sosial-Budaya Arab Pra-Islam
Sebagian besar daerah
Arab adalah daerah gersang dan tandus, kecuali daerah Yaman yang terkenal
subur. Wajar saja bila dunia tidak tertarik, negara yang akan bersahabat pun
tidak merasa akan mendapat keuntungan dan pihak penjajah juga tidak punya
kepentingan. Sebagai imbasnya, mereka yang hidup di daerah itu menjalani hidup
dengan cara pindah dari suatu tempat ke tempat lain. Mereka tidak betah tinggal
menetap di suatu tempat. Yang mereka kenal hanyalah hidup mengembara selalu,
berpindah-pindah mencari padang rumput dan menuruti keinginan hatinya. Mereka
tidak mengenal hidup cara lain selain pengembaraan itu. Seperti juga di
tempat-tempat lain, di sini pun [Tihama, Hijaz, Najd, dan sepanjang dataran
luas yang meliputi negeri-negeri Arab] dasar hidup pengembaraan itu ialah
kabilah. Kabilah-kabilah yang selalu pindah dan pengembara itu tidak mengenal
suatu peraturan atau tata-cara seperti yang kita kenal. Mereka hanya mengenal
kebebasan pribadi, kebebasan keluarga, dan kebebasan kabilah yang penuh.
Keadaan itu menjadikan
loyalitas mereka terhadap kabilah di atas segalanya. Seperti halnya sebagian
penduduk di pelosok desa di Indonesia yang lebih menjunjung tinggi harga
diri, keberanian, tekun, kasar, minim pendidikan dan wawasan, sulit diatur,
menjamu tamu dan tolong-menolong dibanding penduduk kota, orang Arab juga
begitu sehingga wajar saja bila ikatan sosial dengan kabilah lain dan
kebudayaan mereka lebih rendah. Ciri-ciri ini merupakan fenomena universal yang
berlaku di setiap tempat dan waktu. Bila sesama kabilah mereka loyal karena
masih kerabat sendiri, maka berbeda dengan antar kabilah. Interaksi antar
kabilah tidak menganut konsep kesetaraan; yang kuat di atas dan yang lemah di
bawah. Ini tercermin, misalnya, dari tatanan rumah di Mekah kala itu.
Rumah-rumah Quraysh sebagai suku penguasa dan terhormat paling dekat dengan
Ka’bah lalu di belakang mereka menyusul pula rumah-rumah kabilah yang agak
kurang penting kedudukannya dan diikuti oleh yang lebih rendah lagi, sampai
kepada tempat-tempat tinggal kaum budak dan sebangsa kaum gelandangan. Semua
itu bukan berarti mereka tidak mempunyai kebudayaan sama-sekali.
Sebagai lalu lintas
perdagangan penting terutama Mekah yang merupakan pusat perdagangan di Jazirah
Arab, baik karena meluasnya pengaruh perdagangannya ke Persia dan Bizantium di
sebelah selatan dan Yaman di sebelah utara atau karena pasar-pasar
perdagangannya yang merupakan yang terpenting di Jazirah Arab karena begitu
banyaknya, yaitu Ukāẓ, Majnah, dan Dzū al-Majāz yang menjadikannya kaya dan
tempat bertemunya aliran-aliran kebudayaan. Mekah merupakan pusat peradaban
kecil. Bahkan masa Jahiliah bukan masa kebodohan dan kemunduran seperti
ilustrasi para sejarahwan, tetapi ia merupakan masa-masa peradaban tinggi.
Kebudayaan sebelah utara sudah ada sejak seribu tahun sebelum masehi. Bila
peradaban di suatu tempat melemah, maka ia kuat di tempat yang lain. Ma’īn yang
mempunyai hubungan dengan Wādī al-Rāfidīn dan Syam, Saba` (955-115 SM), Anbāṭ
(400-105 SM) yang mempunyai hubungan erat dengan kebudayaan Helenisme, Tadmur
yang mempunyai hubungan dengan kebudayaan Persia dan Bizantium, Ḥimyar,
al-Munādharah sekutu Persia, Ghassan sekutu Rumawi, dan penduduk Mekah yang
berhubungan dengan bermacam-macam penjuru.
Fakta di atas
menunjukkan bahwa pengertian Jahiliah yang tersebar luas di antara kita perlu
diluruskan agar tidak terulang kembali salah pengertian. Pengertian yang tepat
untuk masa Jahiliah bukanlah masa kebodohan dan kemunduran, tetapi masa yang
tidak mengenal agama tauhid yang menyebabkan minimnya moralitas. Pencapaian
mereka membuktikan luasnya interaksi dan wawasan mereka kala itu, seperti
bendungan Ma’rib yang dibangun oleh kerajaan Saba`, bangunan-bangunan megah
kerajaan Ḥimyar, ilmu politik dan ekonomi yang terwujud dalam eksistensi
kerajaan dan perdagangan, dan syi’ir-syi’ir Arab yang menggugah. Sebagian
syi’ir terbaik mereka dipajang di Ka’bah. Memang persoalan apakah orang Arab
bisa menulis atau membaca masih diperdebatkan. Tetapi fakta tersebut menunjukkan
adanya orang yang bisa mambaca dan menulis, meski tidak semuanya. Mereka
mengadu ketangkasan dalam berpuisi, bahkan hingga Islam datang tradisi ini
tetap ada. Bahkan al-Quran diturunkan untuk menantang mereka membuat seindah
mungkin kalimat Arab yang menunjukkan bahwa kelebihan mereka dalam bidang
sastra bukan main-main, karena tidak mungkin suautu mukjizat ada kecuali untuk
membungkam hal-hal yang dianggap luar biasa.
Agama Arab Pra-Islam
Paganisme, Yahudi, dan
Kristen adalah agama orang Arab pra-Islam. Pagan adalah agama mayoritas mereka.
Ratusan berhala dengan bermacam-macam bentuk ada di sekitar Ka’bah. Mereka
bahwa berhala-berhala itu dapat mendekatkan mereka pada Tuhan sebagaimana yang
tertera dalam al-Quran. Agama pagan sudah ada sejak masa sebelum Ibrahim.
Setidaknya ada empat sebutan bagi berhala-hala itu: ṣanam, wathan, nuṣub, dan
ḥubal. Ṣanam berbentuk manusia dibuat dari logam atau kayu. Wathan juga dibuat
dari batu. Nuṣub adalah batu karang tanpa suatu bentuk tertentu. Ḥubal
berbentuk manusia yang dibuat dari batu akik. Dialah dewa orang Arab yang
paling besar dan diletakkan dalam Ka’bah di Mekah. Orang-orang dari semua
penjuru jazirah datang berziarah ke tempat itu. Beberapa kabilah melakukan
cara-cara ibadahnya sendiri-sendiri. Ini membuktikan bahwa paganisme sudah
berumur ribuan tahun. Sejak berabad-abad penyembahan patung berhala tetap tidak
terusik, baik pada masa kehadiran permukiman Yahudi maupun upaya-upaya
kristenisasi yang muncul di Syiria dan Mesir.
Yahudi dianut oleh
para imigran yang bermukim di Yathrib dan Yaman. Tidak banyak data sejarah
tentang pemeluk dan kejadian penting agama ini di Jazirah Arab, kecuali di
Yaman. Dzū Nuwās adalah seorang penguasa Yaman yang condong ke Yahudi. Dia
tidak menyukai penyembahan berhala yang telah menimpa bangsanya. Dia meminta
penduduk Najran agar masuk agama Yahudi, kalau tidak akan dibunuh. Karena
mereka menolak, maka digalilah sebuah parit dan dipasang api di dalamnya.
Mereka dimasukkan ke dalam parit itu dan yang tidak mati karena api, dibunuh dengan
pedang atau dibuat cacat. Korban pembunuhan itu mencapai dua puluh ribu orang.
Tragedi berdarah dengan motif fanatisme agama ini diabadikan dalam al-Quran
dalam kisah “orang-orang yang membuat parit”.
Adapun Kristen di
Jazirah Arab dan sekitarnya sebelum kedatangan Islam tidak ternodai oleh
tragedi yang mengerikan semacam itu. Yang ada adalah pertikaian di antara
sekte-sekte Kristen yang meruncing. Menurut Muḥammad ‘Ᾱbid al-Jābirī, al-Quran
menggunakan istilah “Naṣārā” bukan “al-Masīḥīyah” dan “al-Masīḥī” bagi pemeluk
agama Kristen. Bagi pendeta Kristen resmi (Katolik, Ortodoks, dan Evangelis)
istilah “Naṣārā” adalah sekte sesat, tetapi bagi ulama Islam mereka adalah
“Ḥawārīyūn”. Para misionaris Kristen menyebarkan doktrinnya dengan bahasa
Yunani yang waktu itu madhhab-madhhab filsafat dan aliran-aliran gnostik dan
hermes menyerbu daerah itu. Inilah yang menimbulkan pertentangan antara
misionaris dan pemikir Yunani yang memunculkan usaha-usaha mendamaikan antara
filsafat Yunani yang bertumpu pada akal dan doktrin Kristen yang bertumpu pada
iman. Inilah yang melahirkan sekte-sekte Kristen yang kemudian menyebar ke
berbagai penjuru, termasuk Jazirah Arab dan sekitarnya. Sekte Arius menyebar di
bagian selatan Jazirah Arab, yaitu dari Suria dan Palestina ke Irak dan Persia.
Misionaris sekte ini telah menjelajahi penjuru-penjuru Jazirah Arab yang
memastikan bahwa dakwah mereka telah sampai di Mekah, baik melalui misionaris
atau pedagang Quraysh yang mana mereka berhubungan terus-menerus dengan Syam,
Yaman, da Ḥabashah. Tetapi salah satu sekte yang sejalan dengan tauhid murni
agama samawi adalah sekte Ebionestes.
Salah satu corak
beragama yang ada sebelum Islam datang selain tiga agama di atas adalah Ḥanīfīyah,
yaitu sekelompok orang yang mencari agama Ibrahim yang murni yang tidak
terkontaminasi oleh nafsu penyembahan berhala-berhala, juga tidak menganut
agama Yahudi ataupun Kristen, tetapi mengakui keesaan Allah. Mereka
berpandangan bahwa agama yang benar di sisi Allah adalah Ḥanīfīyah, sebagai
aktualisasi dari millah Ibrahim. Gerakan ini menyebar luas ke pelbagai penjuru
Jazirah Arab khususnya di tiga wilayah Hijaz, yaitu Yathrib, Ṭaif, dan Mekah.
Di antara mereka adalah Rāhib Abū ‘Ámir, Umayah bin Abī al-Ṣalt, Zayd bin ‘Amr
bin Nufayl, Waraqah bin Nawfal, ‘Ubaydullah bin Jaḥsh, Ka’ab bin Lu`ay, ‘Abd
al-Muṭallib, ‘As’ad Abū Karb al-Ḥamīrī, Zuhayr bin Abū Salma, ‘Uthmān bin
al-Ḥuwayrith.
Tradisi-tradisi
warisan mereka yang kemudian diadopsi Islam adalah : penolakan untuk menyembah
berhala, keengganan untuk berpartisipasi dalam perayaan-perayaan untuk
menghormati berhala-berhala, pengharaman binatang sembelihan yang dikorbankan
untuk berhala-berhala dan penolakan untuk memakan dagingnya, pengharaman riba,
pengharaman meminum arak dan penerapan vonis hukuman bagi peminumnya,
pengharaman zina dan penerapan vonis hukuman bagi pelakunya, berdiam diri di
gua hira sebagai ritual ibadah di bulan ramaḍan dengan memperbanyak kebajikan
dan menjamu orang miskin sepanjang bulan ramaḍan, pemotongan tangan pelaku
pencurian, pengharaman memakan bangkai, darah, dan daging babi, dan larangan
mengubur hidup-hidup anak perempuan dan pemikulan beban-beban pendidikan
mereka.
Ekonomi dan Politik Arab Pra-Islam
Sebagaimana telah
disinggung di atas bahwa sebagian besar daerah Arab adalah daerah gersang
dan tandus, kecuali daerah Yaman yang terkenal subur dan ia terletak di
daerah strategis sebagai lalu lintas perdagangan. Ia terletak di tengah-tengah
dunia dan jalur-jalur perdagangan dunia, terutama jalur-jalur yang menghubungkan
Timur Jauh dan India dengan Timur Tengah melalui jalur darat yaitu dengan jalur
melalui Asia Tengah ke Iran, Irak lalu ke laut tengah, sedangkan melalui
jalur laut yaitu dengan jalur Melayu dan sekitar India ke teluk Arab atau
sekitar Jazirah ke laut merah atau Yaman yang berakhir di Syam atau
Mesir. Oleh karena itu, perdagangan merupakan andalan bagi kehidupan
perekonomian bagi mayoritas negara-negara di daerah-daerah ini.
Ditambah lagi dengan
kenyataan luasnya daerah di tengah Jazirah Arab, bengisnya alam, sulitnya
transportasi, dan merajalelanya badui yang merupakan faktor-faktor penghalang
bagi terbentuknya sebuah negara kesatuan dan menggagalkan tatanan politik yang
benar. Mereka tidak mungkin menetap. Mereka hanya bisa loyal ke kabilahnya.
Oleh karena itu, mereka tidak akan tunduk ke sebuah kekuatan politik di luar
kabilahnya yang menjadikan mereka tidak mengenal konsep negara. Kondisi semacam
ini sangat mempengaruhi corak perekonomian orang Arab pra-Islam yang sangat
bergantung pada perdagangan daripada peternakan apalagi pertanian. Mereka
dikenal sebagai pengembara dan pedagang tangguh. Mereka juga sudah mengetahui
jalan-jalan yang bisa dilalui untuk bepergian jauh ke negeri-negeri tetangga.
Adalah Hāshim (lahir
464 M), kakek buyut Nabi, yang pertamakali membudayakan bepergian bagi suku
Quraysh pada musim dingin ke Yaman dan ke Ḥabashah ke Negus dan pada musim
panas ke Syam dan ke Gaza dan barangkali hingga sampai di Ankara lalu menemui
kaisar. Ini merupakan perdangan lintas negara yang biasa mereka lakukan. Mereka
juga bisa menjalin hubungan perdagangan dengan dua kekuatan politik yang saling
bertentangan, yaitu Bizantium dan Persia tanpa memihak ke salah satu di antara
keduanya. Oleh karena itu, peradaban mereka dipengaruhi oleh aktivitas
perdagangan dalam arti bahwa mereka berinteraksi dengan masyarakat-masyarakat
seberang dan semakin menjauh dari pola badui.
Jauh berbeda dengan
Yaman, selain letak geografisnya yang strategis untuk perdagangan, ia juga
merupakan daerah subur. Dengan dua kelebihan yang ada, mereka bisa mengandalkan
perdangangan dan pertanian sebagai sumber ekonomi mereka. Mereka mengirim
kulit, sutera, emas, perak, batu mulia, dan lain-lain Mesir kemudian ke Yunani,
Rumania, dan imperium Bizantium. Kerajaan Ma`īn, Saba`, dan Ḥimyar yang ada di
Yaman mencapai stabilitas politik dan ekonomi, bahkan menciptakan kehidupan
yang beradab dengan tersebarnya pasar-pasar dan bangunan-bangunan menakjubkan
yang bersandar pada pertanian dan perdangangan yang sangat maju. Ini
menunjukkan bahwa pengetahuan mereka tentang ekonomi dan politik lebih maju
daripada daerah-daerah lain di Jazirah Arab, sehingga merengkuh lebih awal
peradaban yang tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kalo mau lebih banyak silahkan komentar ya guys :)